Namun untuk menambah wawasan saja, aku akan coba menceritakan sedikit bagai mana susunan upacara tersebut, berdasarkan tatanan adab yang ada dan pokok-pokok dari inti upacara ini, inti upacara ini sesungguhnya sama disetiap kawasan di bali, tetapi yang membedakannya yaitu komplemen-tambahan (fariasi) yang disesuaikan di masing-masing kawasan tersebut.
Dari sebuah buku yang saya dapat, yakni yang berjudul ” Upacara Manusia Yadnya” yang ditulis oleh “Rsi Bintang Dhanu Manik Mas, I.N. Djoni Gingsir, disana dijelaskan dengan sungguh sederhana, dan kunci-kunci pokok dasar tatanan upacaranya pun amat ringkas, sehingga menjadi sungguh gampang untuk dipahami, dan rasanya juga gampang untuk dilaksanakan, kalau kita mengenang falsafah “Desa Kala Patra” yang artinya disesuaikan dengan keadaan dimana upacara ini dijalankan, mungkin ini jawabannya.
Nah berikut saya sampaikan susunan dari program pernikahan tersebut :
- Pertama mebiyakala, makna dari upacara ini ialah pensucian diri dari dampak-imbas jelek, perasaan dan fikiran-pikiran kotor, dengan melaksanakan upacara ini diperlukan asumsi dan perasaan kedua mempelai menjadi jernih kembali, bersih suci nirmala. Dalam tata cara pelaksanaan upacara ini dilengkapi dengan bebantenan ( sesaji), sebagai bentuk akhlak dalam anutan Hindu, nah isi dari bebantenan (sesaji) sebagai berikut: Pras, Daksine, Ajuman, Suci dengan Telur Itik, Tipat Satu Kelan, Sesayut, pengambyan, dan lain-lain, yang keseluruhannya diterangkan dalam buku tersebut diatas,..dengan adanya bebantenan ini menciptakan upacara ini menjadi lebih sakral dan amat suci. Kitapun akan terbawa larut didalamnya.
- Kemudian dilanjutkan dengan upacara Mesakapan atau disebut juga mekalan-kalan, upacara ini mempunyai makna yang amat dalam, sesuai dengan namanya “mekalan-kalan” yang mempunyai kata dasar “era” ini diartikan selaku sebuah kekuatan jelek, yang sarat dengan energi negatif yang disimbulkan dalam ujud raksasa, diadakannya upacara ini maksudnya ialah menetralisir sifat-sifat kurun yang ada dalam tubuh kedua mempelai, sehingga sedapat mungkin bisa menjelma sifat ilahi, adalah bijak sana dan dipenuhi dengan kebajikan. Upacara ini dilakukan di tengah pekarangan rumah dalam perumpamaan Balinya disebut dengan “natah“. Kelengkapan upacara ini selain bebantenan seperti upacara diatas yang diterangkan dalam buku yang aku maksud, ada juga yang lain yang menciptakan upacara ini kian sarat dengan makna kehidupan, diantaranya adalah:
- Tikar Tandakan, suatu tikar berukuran kecil terbuat dari janur, disimbulkan sebagai kesucian seorang gadis yang mau melakukan pesakapan (ijab kabul).
- Kala Sepetan, suwun-suwunan yang isinya antar alain, suatu bakul berisi batu hitam mirip cobek, telur ayam, bebungkilan atau umbi-umbian mirip ubi, talas, bumbu dapur dan lain-lain, daun andong, kapas, duit 25, beras, yang kesemuannya ini dimaksudkan selaku bekal untuk menghadapi hidup gres, disamping itu juga bakul tersebut di tutup dengan sabut kelapa yang dipecah menjadi tiga sebagai simbul “Tri Guna” (Satyam, Rajas, Tamas) yang ialah sifat dasar dari manusia, lalu sabut itu masing-masing di ikat dengan benang tiga warna (Tri Datu) merah, hitam, putih selaku simbul Trimurti, Brahma, Wisnu, Siwa yang membatasi sifat triguna itu biar tercipta keseimbangan.
- Tegen-tegenan, program upacara ini penuh dengan makna filosofi Hindu, seperti contohnya tegen-tegenan dengan mengunakan batang tebu selaku tongkat pemikul, diartikan sebagai tahapan dalam jenjang kehidupan ruas-ruas tebu menerangkan tingkatan yang dibutuhkan terus kian maju, dan rasa elok ialah impian supaya hidup yang mau diarungi kedua mempelai ini semanis rasa tebu itu sendiri. Di tetegenan itu juga ada besek dan periuk, pacul, semuanya itu yakni perlambang peralatan yang nantinya dipakai oleh mempelai laki sehabis bersetatus suami, untuk membangun rumah tangga sebagai modal dasar pencari nafkah.
- Dagang-barang jualan, upacara ini bermakna sebagai sebuah tanda bahwa kedua mempelai harus saling bantu menolong, dalam membina rumah tangga kelak, sama-sama mengarungi bahtera hidup dalam sulit maupun senang, sama-sama mempunyai tanggung jawab dalam mempertahankan keutuhan rumah tangga, dengan berdagang untuk merencanakan diri menopang ekonomi dalam keluarga.
- Penegtegan, adalah upacara yang disimbulkan dengan berdirinya suatu tiang, yang berisi sebilah keris, yang diartikan sebagai berikut, tiang ialah pilar rumah tangga, yang menopang berdirinya sebuah rumah tangga, dengan sebilah keris yang melambangkan selaku simbul purusha ialah (garis utama asal usul keturunan dari pihak pria).
- Pemegat, berisikan dua batang cabang kayu dadap ditancapkan seperti pintu gerbang yang masing-masing dihubungkan dengan benang putih diletakan di natah (halaman) depan rumah, pintu gerbang dan benang putih perlambang kesiapan kedua mempelai keluar dari pintu gerbang menyongsong hidup gres dengan hati dan perasaan yang bersih dan suci mirip lambang dari benang putih tersebut di atas.
- Tetimpugan, terdiri dara tiga ruas bambu yang pada pelaksanaanya nanti dibakar, agar menimbulkan suara letusan, maksud dari suara letusan itu sebagai tanda untuk mengusir imbas-efek jelek yang diakibatkan dari energi-energi negatif, ketiga ruas bambu itu diartikan selaku simbul Butha, Kala, Dengen yang merupakan komponen-unsur negatif tersebut.
Baca Juga Nama Bahasa Daerah Bali

Penulis Konten yang Ahli di Bidang SEO dan penulisan konten Smartphone, Fashion, Game, Bisnis, Cafe atau Restoran, Wisata, Gadget, Internet dan Teknologi Selama 20 Tahun. Begitupula dengan dunia wisata