Sejarah Dan Budaya: Toraja Purba| Sejarah

Gambar Gravatar
Sejarah Toraja Purba atau Sejarah insan jaman dahulu Tondok Lepongan Bulan Tana Matarik Allo , yang menurut para budayawan dan jago sejarah , pada biasanya tidak tertulis tetapi hanyalah kisah yang dituturkan dari verbal ke verbal bagi setiap turunan Bangsawan serta Pujangga Toraja , yang dalam menceritakannya itu senantiasa menghubungkan atau mengaitkan dengan satu duduk permasalahan tertentu , makanya dalam meneliti dan mempelajari serta menggali Sejarah Toraja mesti dengan senantiasa meneliti sangkut paut tiap dongeng dan kenyataan-kenyataan yang ada , kemudian sanggup dikemukakan sejarah yang sebenarnya. Untuk itu Tana Toraja dan Suku Toraja masih sungguh perlu adanya observasi yang saksama dari para jago Sejarah dan jago Budaya.
Budayawan dan Sejarahwan Toraja beberapa menyatakan bahwa penduduk yang pertama-tama mendiami Tondok Lepongan Bulan Tana Matarik Allo pada zaman Purba yakni penduduk yang berasal dari Suku Bangsa yang berasal dari luar yang mencari dan mengarungi tempat/dataran yang tidak berpenghuni ,  yang diperkirakan tiba pada sekitar era ke-6 (enam) , yang munculnya dengan memanfaatkan perahu/sampan dalam beberapa dongeng di sebut insan bahtera dan mendiami wilayah di mana perahu/sampannya sudah kandas , tergolong mereka menambatkan perahu/sampannya di wilayah Tana Toraja.
Mereka (manusia perahu) tiba dalam bentuk-bentuk kelompok yang dalam sejarah Toraja dinamai Arroan (kelompok manusia) dan menyusuri dengan memanfaatkan bahtera dan sehabis mereka itu tak sanggup lagi melayarkan perahunya alasannya air deras dan berbatu-batu , maka mereka itu menambat bahtera mereka di pinggir-pinggir sungai dan tebing-tebing gunung yang dilalui sungai. Mungkin kondisi inilah maka dalam sejarah Toraja , dongeng Toraja sungguh beken nama Banua di Toke’ (banua = rumah; di toke’ = digantung) , alasannya bahtera itu dijadikan rumah selaku tempat berdiam selama belum ada rumah mereka. Arroan (kelompok insan perahu) tersebut menyusuri tempat-tempat tinggi di pegunungan kemudian menetap di sana.
Menurut Sejarah Toraja , tiap-tiap Arroan itu dipimpin oleh seorang pemimpin yang dinamai Ambe’ Arroan (ambe’ = bapak; arroan = kelompok manusia).Arroan-arroan yang tiba itu rupanya munculnya tidak sekali gus tetapi munculnya berangsur-angsur/beberapa kali kemudian masing-masing Arroan menempati tempat tertentu untuk menyusun komplotan keluarga masing-masing di bawah pimpinan Ambe’  Arroan.
Lama kelamaan keluarga atau anggota dari Arroan-Arroan itu semakin marak dan perlu mempunyai tempat tinggal/diam yang lebih luas , maka keluarga-keluarga arroan itu berpencar / menyebar dan mencari tempat lain untuk tempat tinggal dalam bentuk keluarga kecil yang dinamai Pararrak (pararrak = pencaran = penjelajah) dengan dipimpin seorang yang utama atau seorang Kepala yang dinamai Pong Pararrak (Pong = utama-pokok ; pararrak = penjelajah) artinya , kepala/pemimpin Penjelajah.
Inilah yang memunculkan adanya Gelar Pong tersebar luas di Tana Toraja yang kemudian kedua Gelar ini dipadukan alasannya sumbernya satu yakni menjadi nama/gelar penguasa Adat di belakang hari umpamanya:
  • Siambe’ Pong Simpin
  • Siambe’ Pong Maramba’
  • Siambe’ Pong Tiku
  • Siambe’ Pong Palita
  • Siambe’ Pong Panimba , dsb.
Dengan sudah banyaknya wilayah yang sudah di tempati/didiami/dikuasai oleh penyebaran keluarga Arroan dan Pararrak , maka pada seluruh pelosok pegunungan dan tanah Tinggi sudah terdapat penguasa-penguasa kecil dari turunan Penguasa Ambe’ dan Pong , yang perkembangannya sungguh nampak di penduduk Toraja hingga kini di samping gelar-gelar penguasa lainnya.
Seiring berjalannya waktu , di mana-mana sudah terdapat Penguasa Ambe’ dan Pong Pararrak , dan tersusunlah persekutuan/persatuan kelompok Adat kecil di beberapa tempat oleh mereka itu. 
Pada waktu sedang berkembangnya kekuasaan Ambe’ atau Siambe’ dan Pong dari turunan Ambe’ arroan dan Pong Pararrak , maka kemudian dari selatan tiba pula gelombang Penguasa Baru , dipahami juga memanfaatkan Perahu lewat sungai yang besar sama dengan jalan yang dilalui oleh Arroan-Arroan vang sudah disebut di atas.
Penguasa-penguasa gres ini tiba dengan pengikut-pengikutnva yang dipahami dalam sejarah dengan nama Puang-Puang Lembang (Puang = yang empunya; lembang = perahu) artinya yang empunya perahu/pemilik bahtera , alasannya dengan perahunya dan pengikutnya mereka datang.di penggalan selatan dari Tondok Lepongan Bulan , alasannya mereka itu rupanya membentuk sebuah perkampungan gres dan tersendiri , dan dari bentuk perkampungan tersendiri itu rupanya mereka tidak begitu banyak tetapi cuma beberapa bahtera saja.
Mereka itu tiba dengan perahunya bareng dengan pengikut-pengikutnva dan sehabis bahtera mereka tak sanggup lagi berlayar/kandas  sebagian menambatkan perahunya pada pinggiran sungai , tetapi ada pula sebagian ada yang membongkar bahtera dan kerangkanya yang dipasang kembali di dataran untuk tempat mereka akan tinggal selaku rumah tolong-menolong dengan seluruh pengikutnya , alasannya belum ada tempat mereka tinggal/bernaung. Dalam sejarah Toraja yang beken dalam beberapa dongeng Toraja , bahwa perkampungan mereka yang pertama yang kini beken merupakan nama Bamba Puang (bamba = sentra = pangkalan , puang = yang empunya).
Bamba Puang hingga kini masih dipahami selaku sebuah tempat atau Daerah di penggalan selatan dari Daerah Tana Toraja yang tergolong Daerah Tingkat II Enrekang. 
Penguasa-penguasa yang gres tiba dengan pengikutnya itu mempunyai tata penduduk sendiri serta mempunyai bentuk pemerintahan sendiri , tetapi mereka itu masih dalam kelompok yang kecil di Bamba Puang , yang kemudian atau usang kelamaan Puang Lembang ini tidak lagi tetap dalam rumahnya dari bahtera tetapi mulai pula terpencar-pencar ke tempat-tempat yang tinggi dan tertentu. Masing-masing menguasai tempat yang ditempatinya itu , dan tidak lagi selaku Puang Lembang (yang empunya perahu) tetapi sudah menjadi Puang (yang empunya) dari tempat yang ditempatinya/dikuasainya selaku Puang dari tempat di mana ia berada , misalnya :
  • Puang ri Lembang (yang empunya perahu);
  • Puang di Buntu (yang empunya gunung yang ditempatinya);
  • Puang ri Tabang (yang empunya tempat yang berjulukan Tabang);
  • Puang di Batu (yang empunya tempat berbatu-batu atau tempat berjulukan Batu);
  • Puang ri Su’pi (yang empunya tempat yang berjulukan Supi) dan lain-lain.
Setelah Puang-Puang yang sudah menguasai tiap-tiap tempat tertentu makin bertambah , banyak pengikut-pengikutnya , maka timbullah kompetisi dan kontradiksi di antara Puang-Puang itu sendiri di penggalan selatan atau di sekeliling Daerah Bamba Puang. Sebagian Puang mulai merebut kekuasaan dari Pong Pararrak atau Ambe’ Arroan didekatnya yang sudah berkuasa lebih dahulu , dan dengan demikian timbullah kontradiksi dan kompetisi serta kekacauan di masyarakat.
Diantara mereka (Puang-Puang) membujuk Pong Pararrak dan Ambe’ Arroan  untuk bersatu melawan Puang-Puang yang lain , kesannya timbullah persatuan Puang maupun Ambe’ Arroan dan Pong Pararrak. Bentuk persatuan/persekutuan itu dinamai Bongga (besar , luar biasa , dahsyat). Penguasa Bongga mengangkat seorang Puang yang besar lengan berkuasa di antara anggota-anggota mereka itu , yang kedudukannya dinamai Puang Bongga (yang empunya kekuasaan yang besar lengan berkuasa dan hebat) , seumpama yang beken dalam sejarah Toraja seorang penguasa Bongga yang beken antara lain namanya Puang Bongga Erong.
Timbulnya persatuan/persekutuan ini memunculkan pergantian serta perubahan di penggalan selatan di sekeliling Bamba Puang , penguasa Bongga yang beken dalam Sejarah Toraja mengadakan perombakan besar di Daerah Puang antara lain yakni Puang Londong Dirura , yang mempunyai sejarah dan dongeng yang besar di penduduk Toraja yakni seorang pemimpin yang keras , di mungkinkan alasannya banyaknya kompetisi di antara mereka.
Karena kompetisi yang begitu luar biasa dan terus menerus di kelompok Puang-Puang ini , maka dampak dan penguasa Puang di penggalan selatan makin hari kian menyusut , Karena suasana yang tidak kondusif tersebut terjadi perpindahan dari beberapa orang Puang ke penggalan utara Daerah Bamba Puang untuk mencari tempat vang lebih kondusif untuk melaksanakan/menerapkan Pemerintahannya. Berbeda dengan Pong Pararrak yang sudah berkuasa di beberapa Daerah tertentu di penggalan Utara tidak terdapat kompetisi di antara mereka , alasannya masing-masing menguasai tempat yang sudah ditempatinya.
Untitled 3DAYAK

Seorang pakar sosial budaya yang aktif pada berbagai kegiatan sosial kemasyarakatan. Telah menempuh pendidikan di salah satu universitas swasta terbaik di Indonesia yang mengambil jurusan sosial budaya.

Pos terkait