Di beberapa literatur sejarah Toraja beropini bahwa Tomanurun (to = orang; manurun = turun) di perkirakan timbul pada era ke 13 Masehi di Tondok Lepongan Bulan Tana Matarik Allo. Terdapat keyakinan di kelompok penduduk bahwa Tomanurun itu tiba dari langit , atau turun dari langit , suatu dongeng mitologis yang ada hingga kini , tidak saja di kelompok orang Toraja kini namun juga di kelompok kelompok etnis yang lain di Sulawesi Selatan.
Menurut sejarahnya , tomanurun-tomanurun yang tiba itu mempunyai ciri-ciri antara lain:
- orang-orang yang sungguh pandai dan cerdik.
- dalam pergaulan mereka sungguh bijaksana.
- mereka juga mengajarkan penduduk cara bercocok tanam dan beternak yang bagus ,
- orang yang maha tahu dan saleh.
- membimbing penduduk untuk memuja dan menyembah terhadap sang pencipta yang maha kuasa seumpama yang sudah diajarkan oleh anutan Aluk Sanda Pitunna/Aluk 7777 ,
- golongan penduduk yang disebut Tomatasak (to: orang; matasak: orisinil , mulia , sempurna).
Tomanurun-tomanurun itu pun bergelar puang. Tetapi kedudukan mereka dianggap dan dipandang lebih tinggi dari puang-puang yang sudah ada , alasannya mereka dianggap selaku keturunan tuhan dari kayangan.
Sejak itu terkenallah puang-puang tomanurun selaku penguasa yang tertinggi dalam penduduk sekaligus menggantikan kekuasaan dari para puang yang sudah ada. Maka mulailah puang turunan tomanurun dan seluruh keturunannya memegang kekuasaan watak selaku pengganti para puang yang bukan tomanurun. Selain selaku pemegang kekuasaan , penduduk juga menganggapnya setengah tuhan dengan gelar Puang Tomatasak yang oleh penduduk disebut :
Tomamma’ balian , tomatindo bai tora , totang unranngi arrak tang unpedailling gamara , totang di ola bobona , tang di lomban tingayona , todikulambu mawa’ , todirinding dotilangi’ , tangna lambi’ peruso kalando , dst.
Artinya orang yang tidur nyenyak dalam kemuliaan tak sanggup diusik serta tak sanggup dihampiri alasannya tidak sanggup disangka keinginannya , dst.
Mengenai Tomanurun , yang diperkirakan timbul pada permulaan era ke-13 atau sekitar 150 tahun sesudah tersebarnya Aluk Sanda Pitunna di Tondok Lepongan Bulan Tana Matarik Allo. Di antara para Tomanurun antara lain yang dipahami luas oleh penduduk Toraja yakni :
- Tomanurun Tamboro Langi’ ri Kandora` ,
- Tomanurun Manurun di Langi’ Puang ri Kesu’ , dan
- Tomanurun Mambio Langi’ ri Kaero.
Tokoh paling ternama di antara para Tomanurun itu merupakan Tamboro Langi’. Dialah yang dipahami selaku pendiri apa yang disebut Aluk Sanda Saratu’ (Aluk Lengkap Seratus) sering juga disebut Aluk Sanda Karua (Aluk Lengkap Delapan/888) alasannya dinilai melengkapi Aluk Sanda Pitunna yang sudah diterima baik dalam masyarakat. Dengan kemunculan para Tomanurun , utamanya melalui penyebaran Aluk Sanda Saratu’ , mulailah berlaku metode monarki , dan stratifikasi sosial yang ditandai dengan tiga tingkatan status dalam penduduk , antara lain :
- golongan puang (teridiri dari para Tomanurun dan keturunannya) ,
- golongan tomakaka (penduduk yang ada sebelumnya) dan
- golongan kaunan (para hamba , yang dibilang tiba menyertai Tomanurun , serta keturunannya).
Pada masa itu , kepemimpinan dalam penduduk diambil alih oleh para Tomanurun dan keturunannya , sementara para kepala-adat yang usang (di kelompok para tomakaka) turun ke tingkatan lebih rendah (bua’ ke bawah) , dimana pada kenyataannya semangat kekeluargaan dan metode Aluk Sanda Pitunna tetap hidup di kelompok masyarakat. Hal tersebut di atas berjalan di bab selatan Padang Di-puang-i yang kini ini dipahami daerah Tallu Lembangna. Sedangkan di bab Utara berusaha tetap menjaga Aluk Sanda Pitunna secara murni sehingga sanggup dipahami jikalau lalu sentra Aluk Sanda Pitunna pindah dari Banua Puan di Marinding ke Kesu’ yang berikutnya dipahami selaku Panta’nakan Lolo.
Selain puang-puang tomanurun yang disebutkan di atas , masih ada pula beberapa tomanurun yang munculnya tidak di tempat Padang di Puangngi , antara lain:
- Tomanurun di Rombe Ao’ ,
- Tomanurun di Kabongian ,
- Tomanurun di Sado’ko’ , dll.
Tetapi kesemuanya itu tidak banyak dimengerti sejarahnya. Hanya ketiga tomanurun tersebut di atas , yakni : Tomanurun Manurun di Langi’ , Tomanurun Tamboro Langi’ , dan Tomanurun Mambio Langi’ yang mempunyai sejarah dan kekuasaan yang terbina sejak dahulu dengan susunan tertentu hingga sekarang.
Versi lain asal dari To Manurun yang berlainan antara lain menurut:
- Dr.C. Salombe’ yang dikutip Mgr. r. John Liku-Ada’ , mereka boleh jadi berasal dari Jawa Timur di masa pemerintahan Kertanegara , raja terakhir Singhasari (1268-1292).
- Liku-Ada’ menerangkan bahwa saran ini mungkin saja benar , dengan merujuk pada B.Klekke , H.d. Graaf dan C. Coedes , M.P.M. Muskens menulis , ‘ di era ke -13 Kerajaan Singhasari menertibkan jalurjalur jual beli penting antara pulau-pulau penghasil rempah-rempah di Timur dan sentra jual beli di Malakka.
- para Tomanurun boleh jadi yakni bab dari sejumlah ekspedisi yang dikirm Kertanegara ke pulau-pulau lain dalam rangka membangun kekuatan menghadapi bahaya kekuatan Kubilai Khan dari Utara (Peking) Raja Mongol.
- Kemungkinan lain merupakan bahwa para Tomanurun itu merupakan orang-orang ponggawa kerajaan yang meninggalkan Jawa Timur , sesudah kejatuhan Singhasari , menyelamatkan diri dari kerjaan orang-orang Jayakatwang.

Seorang pakar sosial budaya yang aktif pada berbagai kegiatan sosial kemasyarakatan. Telah menempuh pendidikan di salah satu universitas swasta terbaik di Indonesia yang mengambil jurusan sosial budaya.