Sejarah Dan Budaya: Sekelumit Madura Barat (Hindu Budha)

Adanya pernyataan Tome Pires (1944 : 227) yang menyampaikan , pada awal dasawarsa kala 16 , raja Madura belum masuk Islam. Dan beliau yakni seorang aristokrat mantu Gusti Pate dari Majapahit. 

 Pernyataan itu diperkuat dengan adanya temuan-temuan arkeologis , baik yang bernafaskan Hindu dan Bhudda. Temuan tersebut didapatkan di desa Kemoning , berupa suatu lingga yang menampung inskripsi , sayangnya , tidak semua baris kalimat sanggup terbaca. 

Dari tujuh baris yang terdapat di lingga tersebut , pada baris pertama tertulis , I Caka 1301 (1379 M) , dan baris terakhir tertulis , Cadra Sengala Lombo , Nagara Gata Bhuwana Agong (Nagara: 1 , Gata: 5 , Bhuwana: 1 , Agong: 1) kalau dibaca dari belakang , sanggup diangkakan menjadi 1151 Caka 1229 M. 

Temuan yang lain berupa fragmen bangunan antik , yang ialah situs candi. Oleh penduduk lokal dianggap reruntuhan kerajaan kecil. Juga didapatkan reruntuhan gua yang dipahami penduduk dengan nama Somor Dhaksan , lengkap dengan candhra sengkala memet bergambar dua ekor kuda mengapit raksasa. 

 Berangkat dari banyak sekali temuan itulah , diperoleh citra bahwa antara tahun 1105M hingga 1379M atau setidaknya masa periode Singasari dan Majapahit simpulan , terdapat adanya dampak Hindu dan Bhudda di Madura barat. 

Sementara temuan arkeologis yang menyatakan masa klasik Bangkalan , didapatkan di Desa Patengteng , Kecamatan Modung , berupa suatu arca Siwa dan suatu arca laki-laki. Sedang di Desa Dlamba Daja dan Desa Rongderin , Kecamatan Tanah Merah , terdapat beberapa arca , di antaranya yakni arca Dhayani Budha. 

 Temuan yang lain berupa dua buah arca didapatkan di Desa Sukolilo Barat Kecamatan Labang. Dua buah arca Siwa yang lain didapatkan di sentra kota Bangkalan. Sementara di Desa Tanjung Anyar Bangkalan didapatkan bekas Gapura , pintu masuk kraton antik yang berbahan bata merah