Sejarah Dan Budaya: Sejarah Singkat Desa Malua

Gambar Gravatar
1002747 638096679551772 2064968630 n
Oleh: Aii Zhiier Sinaja Kondongan‎

Bacaan Lainnya
1002747 638096679551772 2064968630 n
silsilah ker. Duri , sumber: sultansinindonesieblog

Sejak kala ke 15 , pada masa  Buntu Batu dan Alla masih terbentuk satu kerajaan yang berjulukan Duri (ibukotanya di Duri) ; kota Duri terletak ditempat yang serupa dengan kini yakni Malua. Demikian pula setelah kerajaan Duri dipecah dan salah satu pecahannya berjulukan Malua , ibukota kerajaan Malua inipun berkedudukan didesa Malua sekarang.

Nama Malua mempunyai beberapa arti , dalam bahasa Duri , kata Malua tergolong kata kondisi yang artinya Luas. Pengertian yang menjuluki desa ini memiliki arti historis yang bermitra dengan tempat. Yang pertama , luas dan datar , pemahaman ini bermitra dengan suatu keraton yang disebut “Salassa” dibangun pada tanah yang datar yang sebelumnya berada di bukit Duri. 
zuid sulawesi noord deel sidenreng wajo
Gbr: Peta lokasi Duri (peta tahun ?)

Bekas Salassa’ yang datar , ini kini menjadi perkampungan sentra Desa Malua. Sebelum itu tempat ini berjulukan “Patta”. Sejak kepindahan Salassa’ , nama Malua ditetapkan hingga terbentuknya kerajaan Malua selaku belahan dari kerajaan Duri. Pecahanpecahan kerajaan Duri ini disebut Tallu Batu Papan dengan masingmasing kerajaan berhak mengontrol rumah tangganya sendiri dan membentuk persatuan politik. 

Pada kala ke 18 kerajaan Malua menjadi sekutu Belanda dan pada tahun 1905 menjadi kawasan jajahan Belanda dengan nama landschaps yang diperintah oleh seorang Zelfbestur. Walaupun rakyat tetap menyebutnya Arung , dibawah Onderafdeeling Enrekang yang dibawahi oleh Afdeeling ParePare.
Pada zaman pendudukan Jepang (19421945) daerahdaerah landschap diganti menjadi kawasan Soetjoo , maka landschap Malua menjadi Soetjoo Malua dibawah bunken Enrekang. Penggantian ini tidak merubah struktur dan pejabat usang tapi kondisi ini tidak usang (kurang lebih 3 tahun) , lantaran Jepang cepat mengalah terhadap serdadu sekutu dan tidak lagi menguasai bekasbekas jajahannya. 
Kemudian kemunculan Belanda yang kedua kalinya , merujuk kembali tatanan pemerintahnya dengan merubah nama daerahdaerah landschap menjadi kawasan swapraja yang dipimpin oleh seorang kepala Swapraja (tetap disebut Arung).
Memasuki Desa Malua berarti memasuki kawasan dataran tinggi yang ditandai dengan bukitbukit dang gununggunung disekitarnya. Bukit (Buntu Duri) , bukit Bule dan Gunung Lalono merupakan kawasan yang subur. Dengan itu , Mal u merupakan kawasan penghasil salak , cengkeh dan merica. Tanaman cengkeh dan meri ca mulai dikembangkan sejak tahun 1970 , sedang salak mulai ditanam sejak zaman Jepang(1943).
Pada zaman dulu di saat To Taunggara’ (keturunan Tomanurung dari Toraja) mendapatkan kawasan ini , penduduk orisinil bertempat tinggal dibukitbukit yang kini dipahami dengan bukit Bule , Rante Padang , Duriduri , dibukitbukit ini , dilereng gunung Lalono dan berdekatan dengan Buntu Mariri. Kehidupan mereka dari ladang yang berpindahpindah dan berburu di hutan sekitar pemukiman mereka. Bagi mereka , keperluan air tampaknya tidak menjadi kasus lantaran disemua bukitbukit tersebut tersedia mat a air yang cukup.
Demikian pula pada permulaan berdirinya kerajaan Duri , dibangun Salassa’ (rumah Agung) yang terletak dibukit Duri , itulah sebabnxa kerajaan ini berjulukan Duri. Sekitar kala ke 14 berkat adanya pemerintahan , penduduk kawasan ini berangsurangsur mengerjakan intensifikasi pembuatan tanah dengan mulai bercocok tanam dan bersawah. Mulai di saat itulah mereka turun ke kawasan rendah untuk membuka persawahan irigasi disepanjang tepi sungai Malua antaranya di Puradoke (tanah rendah bekas semaksemak belukar) ,dengan apalagi dulu Arung mengutus membuka tanah di Balulang (nama suatu tempat) untuk dijadikan persawahan milik kerajaan. Dari sinilah mereka berawal menetap didaerah rendah meskipun pemukiman bukit tetap dipertahankan hingga sekarang.
Berdasarkan pemelukan Agama , nyaris 100% penduduk Malua beragamaI slam. Seluruh penduduk orisinil memeluk agamaI slam , sedangkan yang non Islam yakni tiga orang penduduk pendatang , pemeluk agama Nasrani Protestan yang berasal dari Tana Toraja dan Palopo yang kebetulan bertugas selaku Guru SMPN MALUA. 
Berdasarkan etnis , penduduk Malua tergolong kedalam rumpun suku Bugis , menurut klasifikasi yang dikemukakan oleh Mattulada (1974:4) bahwa Sulawesi Selatan didiami oleh empat suku yakni suku Bugis , Makassar , Mandar dan Toraja. Dalam kecil-kecilan , penduduk Malua sering disebut dengan orang Duri. Kekhususan ini utamanya disebabkan lantaran memang ada kelainan bahasa yang dipergunakan. Daerah ini biasanya Enrekang merupakan kawasan peralihan BugisToraja( Mattulada ,1975:259) yang biasa disebut dengan orang Massenrempulu dan berbahasa kawasan Massenrempulu dengan perbedaan perbedan dialeg. Terdapat tiga dialeg dalam bahasa Massenrempulu yakni Maiwa , Enrekang dan Duri. Dialeg yang terlahir inilah yang dipergunakan oleh orang orang yang mendiami wilayah kecamatan Anggeraja , Baraka , dan Alla yang berikutnya disebut wilayah Duri Kompleks , sedang sentra wilayah Duri secara historis berkedudukan di Malua. Maka dari itu pulala bahasa sehari hari yang dipergunakan oleh orang Malua yakni bahasa (dialeg) Duri. Ciri lain yang menandai Malua merupakan bentuk rumahnya yang relatif sama dengan rumahrumah
suku Bugis.

sumber: Massenrempulu (Tradisi , Adat , Budaya dan Sejarah)

Untitled 3DAYAK

Seorang pakar sosial budaya yang aktif pada berbagai kegiatan sosial kemasyarakatan. Telah menempuh pendidikan di salah satu universitas swasta terbaik di Indonesia yang mengambil jurusan sosial budaya.

Pos terkait