 |
Pic: Puang Tarongko |
Puang Tarongko lahir dari ayah berjulukan Puang Mamullu` yang ialah anak dari Puang Massora dari Tongkonan Tangti Mengkendek dan ibu berjulukan Puang Tumba’ Makongkan yang ialah anak dari Puang Tumba’ Payung Allo dari Tongkonan Tarongko Makale dan Puang Makongkan dari Tongkonan Bebo’ sangngalla’. Puang Tarongko juga biasa diundang Puang Laso’ Sesa , beliau mempunyai beberapa kerabat kandung , tetapi seluruhnya meninggal pada waktu masih gampang , sehingga Puang Tarongko lah satu-satunya penerus generasi keluarga , dan dia tinggal beberapa usang di tongkonan Mamullu Makale.
Puang Tarongko berulang kali menikah ke aneka macam kampung di tallu lembangna utamanya di Makale dengan tujuan untuk memperkuat kekuasaannya.
- Perkawinan pertama dia kawin dengan Tumba” Manukallo dari Tongkonan Manggau Makale dan melahirkan Puang Manukallo yang diberi gelar Puang Andi` Lolo , oleh darah biru Kerajaan Sidenreng setelah diutus oleh puang tarongko ke kawasan Bugis untuk mempelajari bahasa Lontara’ dan seni administrasi perang.
- Perkawinan kedua dia kawin dengan Puang Tangnga Layuk dari Tongkonan Rante Dada Tampo mengkendek dan melahirkan Puang Indo’ Ranteallo , Puang Laso’ Tampo (Puang Pantan) dan Puang A .Ranteallo ( Puang Tondon).
- Perkawinan ketiga dia kawin dengan Tumba’ Todingallo dari Tongkonan Batupapan Makale dan melahirkan Puang Toding Allo ( Puang Ranteallo ).
- Perkawinan keempat dia kawin dengan Tumba’ Salu Rapa’ dari Tongkonan Lallangan Tondon Makale dan melahirkan Puang Sumbung Massora dan Puang Lai’ Tambing.
- Perkawinan kelima dia kawin dengan Tumba’ Arung La`bi` (Tumba’ Kende’) dari Tongkonan Tambolang Sarira Rantelemo , namun tidak mendapat keturunan.
- Perkawinan keenam dia kawin dengan Tumba’ Tongan dari Tongkonan Borong , Sarira Rantelemo dan melahirkan Puang Lai’ Sa’dan.
- Perkawinan ketujuh dia kawin dengan Tumba’ Datu Bubun dari Tongkonan To’pao Mandetek Makale dan melahirkan Puang Baratu.
- Perkawinan kedelapan dia kawin dengan Tumba’ Pidun dari Mengkendek dan melahirkan Puang Sumbung ( Pidun ).
- Perkawinan kesembilan dia kawin dgn Tumba’ Liling dari Tongkonan Makula’ sangalla’ namun tidak menciptakan keturunan.
Puang Tarongko dalam pemerintahannya banyak mengorbankan harta bendanya berupa tanah kering dan sawah untuk memperluas kota Makale. Pada awalnya tempat yang berjulukan Ma’kale yakni kawasan disekitar Rante kasimpo , Kamali dan Batupapan.
Bombongan yang ialah sentra kota Makale di sekarang ini , pada waktu itu sebagian besar masih ialah kawasan persawahan , lalu meningkat dengan dibentuknya pemukiman gres di To’ Kaluku’ , Paku , Tongkonan Ada’ Mamullu , yang menjadi sentra kota Makale kini ini.
Puang Tarongko dipahami selaku seorang yang sungguh bagus hati dan bahagia memberi lantaran sering menyediakan tanahnya terhadap penduduk yg tak mempunyai tanah untuk membangun rumahnya tanpa menyaksikan asal usulnya; baik penduduk orisinil toraja maupun pedagang-pedagang yang berasal dari kawasan bugis .
Mereka mendapat tanah untuk membangun rumahnya di to’ kaluku/paku , mamullu , kampung pisang dan kampung gres sekaligus membangun pasar untuk tempat berjualan , sehingga usang kelamaan bermetamorfosis sentra kota makale kini ini.
Sebagai ucapan terima kasih atas pemberian tanah tersebut lazimnya pedagang bugis atau penduduk menyediakan rokok yang diletakkan dalam bambu (pelo’ pa’langga’) dan ikan kering (kandilo’ , dll) serta barang-barang lain yg dikehendaki pada waktu itu. Itulah sebabnya puang tarongko sungguh diminati oleh penduduk utamanya yang belum mempunyai tempat tinggal di sekeliling makale.
Kolam yang ada di sekarang ini pada awalnya ialah sawah milik Puang Tarongko yang setiap animo panen kesannya berupa padi dan ikan sengaja disumbangkan terhadap penduduk Makale dan sekitarnya . Sawah ini setelah ditanami padi juga dimasukkan bibit ikan . Pada waktu sudah mau panen maka Puang Tarongko memberi tahu terhadap seluruh penduduk untuk tiba beramai-ramai memperebutkan padi dan ikan yang ada dalam sawah tersebut. Puang Tarongko sengaja menciptakan pondok ditengah-tengah sawah tersebut untuk menyaksikan pesta hiruk pikuk , dimana dia menyaksikan penduduk memperebutkan padi dan ikan yang ada dalam sawah tersebut. Karena pesta hiruk pikuk ini dijalankan secara berkala setiap animo panen tiba , maka penduduk yang datang bukan cuma penduduk makale saja namun ada juga yang tiba dari tempat -tempat lain. .
Setelah pemerintahan kabupaten Tanah Toraja terbentuk maka untuk memperintah kota Makale , pematang sawah tersebut ditembok sehingga menjadi kolam dan ditengah-tengah kolam tersebut yang dulunya ialah tempat pembangunan pondok peristirahatan Puang Tarongko , pada di sekarang ini sudah dibangun tugu berupa patung dari Puang Laki Padada yang juga ialah nenek dari Puang Tarongko.
Puang lakiPadada beserta keluarga kerajaan yang tinggal di sangalla’ pada waktu itu , diserang wabah penyakit yang mematikan ( ra’ba biang ) membuat banyak keluarganya yang meninggal , sehingga untuk menyingkir dari janjkematian yang meraja letih tersebut , maka bukan saja Puang Laki Pada yang meninggalkan sangalla’ , tetapi beberapa orang keluarganya yang masih tersisa melarikan diri dari Toraja ( sangalla’ ) untuk mencari kehidupan (undaka’ tangmate) ke beberapa kawasan atau kerajaan , dan di sekarang ini mereka sudah sulit dilacak keberadaannya lantaran sebagian sudah tidak pernah kembali , lantaran mungkin sudah kawin dengan penduduk lokal dan sudah berganti nama , lantaran adanya pemberian nama gelar atau mendapat nama panggilan gres menyesuaikan kawasan yang ditinggali. Ada model lain menyampaikan bahwa eksodus beberapa anggota keluarga kerajaan dari sangalla’ pada waktu itu , disamping wabah penyakit yang mematikan (undaka’ tangmate) , juga disebabkan karena adanya perpecahan dalam badan kerajaan di sangalla’ pada waktu itu.
Puang Laki Padada sendiri ialah rombongan terakhir yang meninggalkan sangalla’ untuk mencari kehidupan (undaka’ tangmate) dan dia terdampar di Kerajaan Goa. Karena dia seorang pemberani dan sungguh sakti maka dia diminati oleh Raja Goa dan dia menikah dengan putri Raja Goa yakni Batari Lolo dan diberi gelar Karaeng Bojoe oleh Raja Goa . Dia diberi gelar Karaeng Bajoe lantaran pada di saat dia tiba dikerajaan goa , beberapa kepingan tubuhnya sudah ditumbuhi lumut lantaran sering menyebrangi sungai , rawah , bahkan laut. Dalam menyebrangi atau melalui sungai , rawa dan maritim tersebut , puang Laki Padada sering dibantu oleh beberapa hewan menyerupai ikan belut besar(masapi) dan kerbau putih (tedong bulan) dll , sehingga kebanyakan keturunannya tidak mengkonsumsi hewan yang banyak menolong Puang Laki Padada tersebut , lantaran adanya sumpah atau persetujuan yang sudah ditetapkan.
Setelah anak-anaknya sudah mulai remaja maka dia mewakilkan anaknya yakni Puang Patta La Bantan kembali ke Toraja untuk meneruskan kepemimpinan orang tuanya dan sesampainya disana dia membangun Tongkonan Layuk Kaero . Untuk melindungi dirinya dalam perjalanan dia dibekali bendo atau la’bo’ pinai yang sungguh sakti dan beberapa harta warisan yang di sekarang ini masih tersimpan di Tongkonan Layuk Kaero. Kemudian anaknya , Puang Patta La Bunga pergi ke Kerajaan Luwu’ dan untuk melidungi diri dalam perjalanan dia diberi Tombak bermata/berkepala tiga yang sungguh sakti dan beberapa harta warisan lainnya.
Pada di saat puang sangngalla’ atau Puang Laso’ Rinding meninggal dan dipestakan , maka rombongan dari Kerajaan Luwu’ yang tiba untuk ikut berbelah sungkawa dengan menenteng Tombak bermata tiga tersebut dan sempat diarak keliling arena upacara.
Kemudian anaknya , Puang Patta La Merang tinggal di Kerajaan Gowa bareng orang tuanya. Ada model lain menyampaikan bahwa Puang Patta La Didi yang pergi ke kerajaan Bone , juga ialah anak dari Puang Lakipadada , sehingga gotong royong dia mempunyai 4 org anak yang dipahami dengan perumpamaan tallu pocoe , appa pada pada yang artinya tiga kerabat pria dan satu kerabat perempuan. Hubungan keempat bersaudara ini sungguh akrab yang dipahami dgn istilah: sombae ri gowa , pajuang ri luwu’ , matasak ri toraja dan mangkau ri bone.
Jadi patung puang Laki Padada yang ada ditengah-tengah kolam tersebut merupakan simbol ihwal adanya kekerabatan historis antara Toraja , Luwu’ , Bone dan Gowa.
Untuk melestarikan budaya hiruk pikuk di kolam tersebut , maka semestinya pemerintah Kabupaten Tanah Toraja melanjutkan tradisi yang sudah dirintis oleh puang Tarongko yang sudah menyerahkan sawahnya secara Cuma-Cuma untuk tempat program pesta hiruk pikuk dengan memasukkan bibit ikan dalam kolam tersebut dan pemanenan ikan sanggup dijalankan dengan mengeringkan kolam dan penduduk beramai-ramai sanggup memperebutkan ikan dalam kolam tersebut untuk menyemarakkan hari ulang tahun Kabupaten Tanah Toraja atau meramaikan hari Natal atau Tahun Baru setiap Tahun.
Dalam menjalankan kekuasaannya Puang Tarongko banyak mengalami persoalan dan kompetisi , diantaranya yakni terjadinya pertengkaran dengan Puang Mengkendek yakni Puang Randanan yang disebabkan oleh banyak hal dan salah satunya yakni harta warisan. , sehingga Puang Mengkendek menyerang Puang Tarongko dengan pasukannya dan mengepung Tongkonan Mamullu selaku sentra pemerintahan dan markas pertahanan pasukan Puang Tarongko.
Pada di saat Tongkonan Mamullu diserang dan dikepung oleh pasukan puang Randanan , puang Tarongko di saat itu berada di Sarira Rantelemo lantaran dia kawin dengan Tumba’ Arung La’bi’ dari Tongkonan Tambolang Rantelemo .
Setelah Puang Tarongko mendengar bahwa Tongkonannya diserang dan dikepung oleh pasukan Puang Randanan , maka dia mewakilkan pasukannya yang ada disana untuk bertahan dan Puang Tarongko mengkoordinir pasukan dari Sarira Rantelemo yakni dari Tongkonan Biang , tongkonan Karassik , Tongkonan Tambolang , Tongkonan Timika , Tongkonan Borong dan Tongkonan Sarre dibawah pimpinan Ne’ Bua’ Tasik , Ne’ Tangke Tasik , Ne’ Toding Bua’ , Ne’ Senobua’ ,Ne’ Payung dan semua Tobarani tergolong dari limbu sarira rantelemo untuk berangkat ke tongkonan mamullu untuk menolong pasukan puang tarongko yang sudah ada disana yang sementara berperang menjaga tongkonan mamullu dari serangan musuh.
Dengan kedatangan pasukan perhiasan dari rantelemo tersebut maka terjadilah perang yang cukup dahsyat yang membuat pecahnya perang kerabat antara Makale dan Mengkendek pada waktu itu.
Namun lantaran diserang dengan tiba-tiba maka puang tarongko tidak sanggup merencanakan perang dalam waktu yg cukup usang , sehingga lantaran kekurangan peluru dan peralatan perang yang lain maka puang tarongko menetapkan untuk mengundurkan diri dahulu kembali ke rantelemo untuk merencanakan serangan balasan. Memang tidak sama dengan perang kerabat sebelumnya yang masih mengandalkan bendo , tombak dan senjata tajam yang lain selaku peralatan perang , tetapi pada perang kerabat kali ini sudah mulai menggunakan senjata api yang mesti dibeli dahulu dari kawasan wilayah Bugis.
Setelah puang tarongko meninggalkan tongkonan mamullu maka puang randanan dan pasukannya pribadi merebut tongkonan mamullu dan mendudukinya. Puang tarongko pada di saat mengundurkan diri meninggalkan tongkonan mamullu dan melalui pematang sawah saluaka , maka pasukan puang randanan sempat mengejar-ngejar dan melepaskan tembakan sehingga peluru perihal jari tangan dari istri puang tarongko tumba’ Arung La’bi’ sehingga cincinnya terlepas dari jari tangannya dan jatuh kedalam sawah saluaka. Tumba’ Arung La’bi’ menjajal mencari cincin kesayangannya yang begitu mahal tersebut , tetapi lantaran pasukan puang randanan mengejar-ngejar dari belakang , maka penelusuran cincin tidak boleh dan terus melanjutkan perjalanan. Untuk menghentikan pengejaran tersebut maka pasukan puang tarongko mengadakan serangan jawaban sehingga pasukan puang randanan menghentikan pengejarannya.
Setelah puang tarongko tiba kembali di rantelemo maka dia memanggil panglima perangnya dan anak-anaknya yang pada di saat penyerangan tdk berada di kota makale , untuk merencanakan serangan jawaban dan merebut kembali tongkonan mamullu dari kekuasaan pasukan puang Randanan.
Pasukan yang disediakan oleh puang tarongko ini ialah pasukan adonan yang berisikan pasukan yang dipimpin oleh anak-anaknya ( puang andilolo , puang tondon/puang pantan , puang todingallo dan anak-anaknya yg lain) dan dibantu oleh pasukan dari tongkonan tambolang dan tobarani dari sarira rantelemo serta penduduk makale yang ikut berperang untuk menghalau pasukan puang mengkendek yang sudah menduduki tongkonan mamullu.
Sebagai pemberitahuan bahwa pasukan dari tongkonan tambolang dan tobarani dari sarira rantelemo ini , dikemudian hari pernah kondang lantaran berperang dengan pedagang-pedagang dari kerajaan sidenreng yang dipimpin oleh uwa’ situru’ yang lazim diundang andi guru. Perang ini dipicu oleh kesalah pahaman pada di saat pesta langgar ayam dan judi yang dijalankan di buntang rantelemo. Dalam permainan judi tersebut beberapa orang pasukan dari tambolang ikut main judi , tetapi terjadi pertengkaran dengan pedagang-pedagang dari sidenreng , sehingga membuat pecahnya perang antara pedagang-pedagang sidenreng yg dipimpin andi guru dan pasukan dari tongkonan tambolang sarira rantelemo dan sekitarnya.
Pasukan yang dipimpin andi guru tersebut lantaran jumlahnya masih terbatas maka mereka mulai terdesak sehingga meminta pemberian pasukan dari kerajaan sidenreng , sehingga datanglah pasukan dari kerajaan sidenreng yang pribadi dipimpin oleh panglima perangnya. Sebelum berangkat ke tambolang rantelemo maka panglima perang kerajaan sidenreng tersebut , katanya ditest dahulu kekebalannya dgn membuka bajunya dan ditembak di kepingan dadanya tidak sanggup ditembus peluru.
Namun sesampainya di rantelemo untuk menolong pasukan pedagang-pedagang sidenreng dan mulai menyerang tongkonan tambolang sarira rantelemo dan sekitarnya ,maka dia tewas bareng dengan sejumlah pasukannya dalam pertempuran tersebut akhir terlindas oleh batu-batu besar yang sengaja digulingkan dari arah tongkonan tambolang selaku salah satu senjata ampuh untuk membunuh pasukan musuh yang mau menjajal menyerang sentra pertahanannya. Pasukan inilah yang sebelumnya pernah menolong pasukan puang tarongko memerangi pasukan puang randanan.
Sebelum menjalankan serangan jawaban maka puang tarongko dan anak-anaknya berbelanja peralatan perang berupa senjata api dan peluru yang lumayan banyak dari pedagang bugis untuk memperkuat pertahanannya.
Setelah antisipasi perang sudah dianggap cukup maka dimulailah serangan jawaban yang pribadi dipimpin oleh puang tarongko. Begitu mendapat serangan jawaban maka pasukan puang randanan menjajal untuk bertahan. Namun lantaran kalah dalam jumlah pasukan maka pasukan puang randanan sanggup dipukul mundur meninggalkan tongkonan mamullu dan mengundurkan diri hingga didaerah perbatasan antara makale dan mengkendek.
Puang randanan yang mendapat perhiasan pasukan dari mengkendek mulai bertahan didaerah perbatasan tersebut sehingga terjadilah perang habis-habisan yang membuat gugurnya banyak pasukan dari kedua belah pihak. Puang tarongko yang merasa mendapat perlawanan sengit didaerah perbatasan tersebut menjajal menghadirkan pasukan perhiasan dari makale sehingga pasukan puang randanan sanggup dipukul mundur hingga didaerah sekitar tongkonan puang randanan di mengkendek dan bahkan tongkonan puang randanan tersebut sanggup diduduki dan dikuasai oleh pasukan puang tarongko dan anak-anaknya.
Untuk merebut kembali tongkonannya yang sudah diduduki oleh pasukan puang tarongko dan anak-anaknya maka puang randanan mengkonsolidasikan pasukannya dengan merekrut pasukan perhiasan untuk mengadakan serangan jawaban untuk menghalau pasukan puang tarongko.
Untuk menyingkir dari perang yang mau berkesinambungan tersebut maka puang sangngalla’ (puang limbu langi’) turun tangan selaku penengah dan memanggil kedua belah pihak untuk berdamai. Namun puang randanan mengajukan standar sebelum masuk kemeja tawar menawar yakni pasukan puang tarongko mesti ditarik mundur dahulu kedaerah perbatasan gres tawar menawar sanggup dilaksanakan. Kalau tidak maka puang randanan akan melanjutkan peperangan.
Untuk menghentikan pertempuran yang mau berkesinambungan tersebut maka puang sangalla’ membujuk puang tarongko dan anak-anaknya mudah-mudahan menawan pasukannya ke kawasan perbatasan. Hal ini dengan berat hati disetujui oleh puang tarongko dan anak-anaknya. Setelah penarikan pasukan ke kawasan perbatasan tersebut dijalankan , maka tawar menawar sanggup terealisasi dan perdamaian sanggup tercapai.
Agar perang kerabat ini tidak terulang kembali dikemudian hari maka diadakanlah tananan basse dan mengikat sumpah keramat dengan mengubur seekor kerbau bertanduk tekken langi’. Kemudian disepakati bahwah perang dianggap selesai dan barang siapa dari kedua belah pihak yang menyerang lebih dahulu maka akan mendapat eksekusi dari basse yang sudah ditetapkan.
Disamping itu pula maka untuk mempererat tali persaudaraan maka disepakati bahwa antara kedua belah pihak mesti ada perkawinan silang antara makale dan mengkendek.
Kemudian selaku tindak lanjut dari perkawinan silang tersebut maka anak puang tarongko yakni puang Andilolo berapa kali kawin ke mengkendek dan puang laso’ Torantu dari mengkendek kawin dengan anak puang andilolo dari tongkonan bungin makale. Begitu pula dengan puang Tondon kawin dengan puang lai’ Sirande dari mengkendek dan anak puang andilolo dari tongkonan bungin makale yakni puang mendedek kawin ke Pangrorean mengkendek dan beberapa keluarga lain yang mengadakan perkawinan silang antara makale dan mengkendek.
Beberapa tahun lalu setelah selesainya perang kerabat tersebut maka Belanda mulai masuk ke Tana Toraja.. Dalam menjalankan pemerintahannya , belanda mengajak puang tarongko untuk melakukan pekerjaan sama membangun kota makale selaku sentra pemerintahan di Tana Toraja.
Ajakan pemerintah belanda tersebut disambut baik oleh puang tarongko sehingga dia menyerahkan sebagian tanah dan sawahnya untuk diserahkan ke pemerin tah belanda selaku tempat untuk membangun fasilitas dan prasarana pemerintahan berupa :kantor-kantor pemerintah ,gedung pendidikan , tempat ibadah , pasar dan pertokoan , perumahan pegawai , lapangan sepak bola dan kolam yang di sekarang ini ialah tempat yang turut memperindah kota makale.
Sebagai tanda ucapan terima kasih atas penyerahan sebagian sawah dan tanah keringnya untuk tempat pembangunan fasilitas dan prasarana pemerintah tersebut maka pemerintah belanda menganugerahkan tanda penghargaan tertinggi berupa tanda Bintang terhadap puang tarongko dan sekaligus mengangkat puang Tarongko selaku kepala Distrik pertama di Makale ..
Setelah puang tarongko meninggal maka dia digantikan oleh anaknya yakni puang Tondon (Puang A Ranteallo). Puang tarongko dimakamkan bareng sama dengan orang tuanya di pemakaman raja-raja makale di Buntu Tondon Makale.
Demikian Riwayat hidup singkat dari puang Tarongko atau puang Laso’ Sesa , selaku seorang yang sungguh bahagia memberi dan sungguh berjasa dalam membangun kota Makale dan sekitarnya selaku sentra pemerintahan dan sentra pemukiman penduduk di Makale.
Sumber:
puangtarongko.blogspot.co.id/2015/06/riwayat-hidup-puang-tarongko.html
geni.com/people/Puang-Tarongko-Puang-Basse-Kakanna-XI/6000000011476393953
basse-sangtempe-b4t60.blogspot.com
geppmatormksr.blogspot.com