Menurut beberapa penulis sejarah toraja menulis model bahwa Salah satu Putra Puang “Lakipada” yakni “Patta La Bantan” sehabis remaja menemukan warisan kekuasaan dari Lakipadada dengan suatu kiprah untuk mempersatukan Tondok Lepongan Bulan dengan aliran Aluk Sanda Saratu’ untuk melanjutkan peranan dari Tongkonan Kandora selaku Pusat Aluk “Sanda Saratu’” dari Puang Tomanurun Tamboro Langi’.
Patta La Bantan berangkat dengan menenteng Lambang kerajaan yakni suatu bendera yang berjulukan Bate` Manurun ( bendera kekuasaan Tomanurun yang dibentuk dari kain merah muda yang bergambar burung elang dengan benang berwarna kuning emas ) dan dua bilah Pedang masing -masing berjulukan Dosso dan Maniang. Menurut Sejarah Patta La bantan diberikan Pula semacam mata Uang logam selaku alat tukar menukar dalam kerajaan yang dipahami dengan nama “Oang” yang hingga kini banyak disimpan selaku benda – benda embel-embel Pusaka.
Patta La Bantan menempuh perjalanan dari Gowa menuju Tondok Lepongan Bulan dengan Perahu dan berlabuh di muara sungai Sa’dan dan mendarat dipantai Bungi’ untuk melanjutkan perjalanannya ke Tondok Lepongan Bulan. Patta La Bantan menuju Tondok Lepongan Bulan dengan menyusuri sungai Sa’dan dan tiba di Perbatasan Batu Sapan Deata dan dari sanalah Patta La Bantan mulai mencari tempat untuk menertibkan pemerintahannya , tetap alasannya merupakan kawasan Sapan Deata itu merupakan Pegunungan dan berbatu kerikil maka Patta La Bantan meneruskan perjalanannya kesebelah timur yang tak usang tiba disuatu lembah yang agak luas( kini dipahami dengan Kota Makale). Karena dipinggir lembah itu ada suatu bukit maka Patta La Bantan mendirikan rumah diatas bukit itu dan bukit itu diberi nama oleh Patta La Bantan Buntu Bungi’ yang kini dipahami dengan nama Buntu Bungin ( tempat Gereja Sion Makale Sekarang).
Dari sanalah Patta La Bantan mulai menanamkan pengaruh dan pemerintahannya namun memperoleh tantangan dari Penguasa-Penguasa Puang yang sudah berkuasa lebih dahulu yang juga masih merupakan Turunan dari Puang Tomanurun Tamboro Langi’. Maka dari itu Patta La Bantan berpindah ke bab Utara dan menikah dengan seorang putri Nonongan cucu dari Puang Manaek dari Kesu’ atau Putri dari Puang lolon Daru dan Puang Malulun Sanda dari Tongkonan Nonongan yang sudah membentuk pemerintahan sendiri dengan memusatkannya pada Tongkonan Nonongan yang hingga kini bekasnya peninggalannya masih tetap dikenal.
Di Nonongan Patta La Bantan menolong mertuanya membangun kekuasaan dan pemerintahan Nonongan namun menurut sejarah Toraja dan Sejarah Nonongan , Patta La Bantan tidak pernah menguasai Nonongan hanyalah dibilang bahwa Patta La Bantan memperistri Putri Nonongan yang berjulukan Puang Patimba Bulaan yang merupakan anak dari Puang Malulun Sanda dan Puang Lolon Datu dari Nonongan cucu dari Puang Manaek.
Dari ijab kabul Patta La Bantan dan Puang Patimba Bulaan dari Tongkonan Nonongan melahirkan 2 ( dua) orang Putra yakni :
- Puang Pataang Langi’ dan
- Puang Menturino.
Menurut sejarah dan juga banyak diceritakan dalam penduduk Toraja , Puang Menturino ini menikah dengan Rangga Bulaan dan dari pernikahannya itu lahir 2 (dua ) orang Putra yakni :
- Puang Panggalo’ galo’ yang tetap tinggal di Nononang.
- Puang Timban Boro yang pergi ke Makale lalu ke Kaero (Sangngalla )
Sejak itu terbinalah kekuasaan kawasan adab Padang di Puangngi dengan aliran Aluk Sanda Saratu’ secara sarat yang berlaku di kawasan kalangan adab Tallu Lembangna dan Tallu Batu Papanna. Karena daerah adat kesu’ dan sekitarnya sudah tergolong kawasan kalangan adab Balimbing Kalua’ yang tidak melaksanakan Aluk Sanda Saratu’.
Puang Timban Boro di Kaero memusatkan kekuasaannya di Tongkonan Kaero yakni Tongkonan Tomanurun Membio Langi’ yang tiba lebih dulu. Dengan demikian impian dari Patta La Bantan untuk menguasai dan mempersatukan seluruh Tondok Lepongan Bulan dengan Ajaran Aluk Sanda Saratu’ tidak sukses alasannya merupakan anak dan cucucucunya selaku pelanjut dan pemegang warisan cuma sanggup menguasai kawasan adab Padang di Puangngi bab Selatan yang hingga kini masih merupakan suatu kawasan adab dengan Penguasa-Penguasa bergelar Puang yakni kawasan Tallu Lembangna dan Tallu Batu Papanna. Tetapi ikatan dan kesatuan Tondok Lepongan Bulan tetap terbina bareng -sama dengan kawasan adat Padang di Ambe’I dan Padang di Ma’dikai dan juga dengan kawasan Padang di Puangi bab Utara yaitu Kesu’ dan sekitarnya yang sudah tidak menggunakan gelar Puang selaku gelar Penguasanya , tetap terbina dengan baik hingga sekarang.
Sampai kini bendera kekuasaan Patta La Bantan yakni Bate Manurun dan juga Pedang Dosso dan Maniang tetap tersadar dan terpelihara dengan baik di Tongkonan Kaero selaku salah satu sentra pembinan kekuasaan Puang Tomanurun Tamboro Langi’ dengan aliran Aluk Sanda Saratu’ dan kekuasaan dari Patta La Bantan.

Seorang pakar sosial budaya yang aktif pada berbagai kegiatan sosial kemasyarakatan. Telah menempuh pendidikan di salah satu universitas swasta terbaik di Indonesia yang mengambil jurusan sosial budaya.