Sejarah Dan Budaya: Proses Pendirian Tongkonan Dan Pemaknaannya Dalam Penduduk Toraja

Gambar Gravatar
PROSES PENDIRIAN TONGKONAN DAN PEMAKNAANNYA DALAM MASYARAKAT TORAJA
By EP on Tuesday , December 2 , 2014 at 7:49am
Sejarah munculnya nenek moyang orang toraja di wilayah Lepongan Bulan Tana Matarik Allo sdh menerangkan bahwa leluhur itu tiba selaku To Arroan atau iring-iringan bahtera atau lembang. 
Mereka menyebar masing-masing menegaskan tempat tinggal di dataran tinggi yg kita kenal dgn gunung atau buntu.

PENDIRIAN TONGKONAN
Menurut Kada disedan sarong ditoke’ tambane awet , bhw berdirinya Tongkonan itu lewat tiga proses , yaitu:
  1. Rumah pertama dibentuk di bahari dengan perumpamaan : “Mebanua diong liku , metondok dibura-bura”.
  2. Rumah yang kedua di atas pohon , dengan perumpamaan : “Mebanua ditoke’ , metondok dianginni
  3. Proses rumah yang ketiga dikontrol lewat satu musyawarah atau kombongan , diungkap dlm perumpamaan : “Iatu banua ladipopendemme’ do te kapadanganna” (rumah mesti dibangun di atas tanah).
Leluhur , masing-masing Ambe’ Arroan menegaskan tanah yg dianggap baik dan cocok untuk mendirikan rumah , itulah sebabnya ada perumpamaan “Napilei langsa’mi nenek tu padang , natonno bua kayu tasakmi to dolota tu pangleon , na pabendanni banua , na osokki lando longa. Pada mulanya rumah itu blm dilonga lantaran mereka masih menjajal menegaskan apakah sebuah lokasi sudah menyanggupi hukum atau Aluk Tallulolona , yakni : 
  1. Lolo tau (manusia)
  2. Lolo tananan (tumbuhan)
  3. Lolo patuan (binatang).
Jika kehidupan Tallu lolona berhasil atau dengan kata lain lahir belum dewasa yang sehat , tumbuhan berkembang dengan subur , perkembang-biakan ayam , babi dan kerbau baik , maka itu memiliki arti berhasil , yg diungkapkan sbg : Torro pariamo , unnisung pantaranakmo
alukna tallulolona dio tondon to batangna , artinya rumah itu sanggup dikembangkan menjadi Tongkonan. Bendan matoto’mo inde banua bintinmo inde sembang pentionganan anna diossokkimo Lando Longa’ artinya ini diberikan tanda longa selaku syarat sebuah tongkonan dan pendirinya disebut selaku “To Mangraruk” Tongkonan.
Pada mulanya To Mangraruk tongkonan (pendiri) juga merangkap selaku To Tumoke’ Buria’ (orang yang memelihara dan bertanggung jawab ke dalam dan ke luar) dan sekaligus juga selaku orang yang tinggal di atas rumah tongkonan yang dinamakan (To Urrambu Tongkonan) . 
Disini ada pengertian yang kokoh bahwa jikalau tongkonan itu tidak dirambu , atau tidak ada yg menempati maka dalam waktu singkat rumah Tongkonan itu akan roboh atau lokasinya dilanda musibah.
Tongkonan itu diberikan nama sesuai nilai yang dimiliki oleh pendirinya yakni To Mangraruk Tongkonan , jikalau tongkonan sudah diberikan Lando Longa itu memiliki arti Nenek ( To Mangaruk) akan meninggalkan amanah dan pesan terhadap anak , cucu , cicit secara berkelanjutan dan berlaku hingga kapanpun , dengan perumpamaan : 

Nasedanni nenek tu Kada susi sarong , natokei’ tambane bakami tu Bisara , kumua : Eee…. kau bati’ siosso’ku , anak , ampo’ , mimi’ kandaureku “kilalai” Robok Oi , sulunni da’ anna diong padang da’ anna bai uai te tongkonanta , atau hai anak , cucu , dan cicitku , ingat ! , kalau lapuk diperbaiki jangan hingga hancur atau dibawa air.

MAKNA TONGKONAN
Tongkonan yakni lambang kebesaran rumpun keluarga dari nenek To Mangraruk. Semakin usang kehidupan ini berlangsung kian dibutuhkan kesatuan rumpun keluarga dalam tatanan sosial kemasyarakatan di desa-desa. Bahkan kini ini tatanan itu sudah meluas ke kota dan wilayah lain akhir adanya semangat petualangan leluhur , yg dlm bahasa toraja diungkapkan : 

Maleko lolang dao te kuli’na padang , male ulleanni buntu ullambanni tasik kalua’. Osokko rakka’ sangpulomu anna to’do ma’pu’mu anna , sa’dingngi nenek Pong Tulak Padang diong Tomatua anna ra’pak passakkena anna membura rakka’ sangpulomu. Apa lamukilalai iatu pa’barang barangan lino Tatto’ sia Lai’ dilese didudung. Suleko ma’tangke patomali umpellambi’ tananan lolomu dio tongkonan anna sende paiman to lo’dok tokayangan , to ma’rara buku , to ma’rapu tallang to sangkaponan Ao’ umpudi Puang Titanan Tallu Tirindu Patoko dao Langi’ ma’ gulung gulunganna. 

Bacaan Lainnya
Ungkapan ini pada prinsipnya ingin menyampaikan bhw anak-cucu saudara tongkonan pergilah merantau mencari nafkah dgn bersusah payah tetapi ingat harta itu tdk kekal , camkan akan kewajibanmu terhadap tongkonan agar leluhurmu menyaksikan dan mendengar agar usahamu diberkahi.
Wibawa Tongkonan sungguh diputuskan oleh keutuhan rumpun keluarga mendukung orang yang dituakan menjadi To Tumoke’ Buria’ selaku kepala suku. Ungkapan yang memperkuat kedudukan Tongkonan selaku rumah budpekerti rumpun keluarga yakni : 
  1. Tongkonan ditimba uainna 
  2. Tongkonan dikalette’ tanananna
  3. Tongkonan dire’ tok kayunna
  4. Tongkonan den kombongna
  5. Tongkonan dipoada’ada’na
  6. Tongkonan dipoaluk alukna
  7. Tongkonan dinai dadi
  8. Tongkonan dinai mate
  9. Tongkonan dinai ungkasiri’ rara buku diomai nenek to dolota. 
Semua kesibukan budaya keluarga semestinya ditangani di Tongkonan dan itulah sebabnya ada perumpamaan Tongkonan dinai Masara’ Tuka’ sia Solo’ . 
Dahulu semua kesibukan budaya yang disebut Sara’ rambu tuka’ dan rambu solo’ mengarah terhadap penyembahan sesuai Aluk Todolo. Yang disembah dan dipuja yakni Puang Titanan tallu Tirindu Patoko dao Banua Puang do Langi’. 

Tongkonan dilambangkan selaku Ibu dan alang selaku Bapak. Lumbung padi atau alang ialah lambang kesuksesan ekonomi Tallu lolona dan selain itu pula berfungsi selaku citra salah satu kenikmatan komplotan di dunia , selaku tempat menerima tamu budpekerti , tempat para pemimpin To Parengnge’ dan Ambe’ sia Indo’ lan tondok bila ada upacara budaya. Oleh lantaran itu alang senantiasa berada di sebelah utara tongkonan saling berhadapan dan dihentikan di selatan. Kelestarian dan pemugaran tongkonan di Tana Toraja pada masa mendatang sungguh diputuskan oleh pengertian generasi akan dinilai Tongkonan dan budpekerti budaya Toraja.

JENIS-JENIS TONGKONAN
Tongkonan pada mulanya berdirinya diberikan nama sesuai nilai yang dimiliki oleh To Mangaruk Tongkonan di dalam satu wilayah adat. Nilai yang dimiliki utamanya berpedoman pada kemampuan dan kesuksesan di dalam empat bidang kehidupan yakni : 
  • Keagamaan (Ada’ aluk na Pemali)
  • Kepemimpinan Tallu silolok
  • Ekonomi tallu lolona
  • Adat budaya rambu tuka’ rambu solo’
Keberhasilan dan kemampuan dibidang Aluk Puang Dao Langi’ menyebabkan Tongkonan itu dinamakan selaku Tongkonan Dao Langi’ , tongkonan Peseo’ Aluk atau tongkonan Kaindoran. 
Dahulu sebelum adanya To Padatindo To Misa’ Pangimpi , Tongkonan Peseo’ Aluk inilah yang memegang peranan utama di dalam kehidupan penduduk di desa-desa.
Semua Tongkonan didalam desa difungsikan masing-masing mempunyai kiprah didalam sara’ atau upacara budpekerti , yakni :
  • Tongkonan Ma’pesung
  • Tongkonan Ma’kikki
  • Tongkonan Mantobok
  • Tongkonan Masserek Bane’
  • Tongkonan Mangngira’.
  • Tongkonan Massanduk 
  • Tongkonan Mantawa
Inilah yg oleh penganut aluk todolo dipahami dgn nama Aluk Sanda Pitunna. 
Sekitar era ke 17 terjadi pergantian jenis Tongkonan di dalam setiap Lembang atau desa. Pada di saat itu kerajaan Bone sungguh kokoh di Sulawesi selatan dan salah satu wilayah yang belum takluk yakni Padang Lepongan Bulan Tana Matarik Allo. Penyerbuan pasukan kerajaan bone dihancurkan oleh perlawanan To Padatindo To Misa pangimpi’ yang timbul dari setiap Lepongan Tondok.
Keberhasilan To pada tindo’ To Misa’ Pangimpi ini membuat kepemimpinan gres dalam setiap Lembang atau desa. Masing-masing To padatindo’ To Misa’ Pangimpi kembali membentuk Tongkonan Layuk selaku ketua dan menegaskan beberapa Tongkonan menjadi pembantu Tongkonan-tongkonan tersebut dinamakan Tongkonan Kaparengngesan dan Tongkonan Layuk selaku pemimpin atau Sokkong Bayu 
Data :
Sitonda ,Natsir.2007.Toraja warisan Dunia , Drs Tulak ,Daniel. 2009.Kada disedan Sarong Bisara Ditoke’ Tambane Baka.Lebang ,J.B. 2006. Samparan Pa’kadanna Toraya dan banyak sekali sumber.

Sumber :
sejarah-dan-budaya-toraja
Untitled 3DAYAK

Seorang pakar sosial budaya yang aktif pada berbagai kegiatan sosial kemasyarakatan. Telah menempuh pendidikan di salah satu universitas swasta terbaik di Indonesia yang mengambil jurusan sosial budaya.

Pos terkait