Di jaman Tomanurun-Tomanurun di Toraja , sudah duluan ada suatu keyakinan yang sudah di pegang dan dijadikan pegangan hidup penduduk Toraja yakni Aluk Sanda Pitunna yang di ciptakan oleh Puang Tangdilino’ yang dalam penyusunannya di bantu oleh Puang Sulo Ara’ , yang merupakan Aluk yang bersumber dari Sukaran Aluk yang masih dipegang teguh oleh Pong Sulo Ara’. Dimana Aluk Sanda Pitunna dikembangkan dan dibina menurut 3 (tiga ) Lesoan aluk pada masing-masing Daerah moral Besar yakni Daerah moral di Ambe’i , Daerah Adat di Puangngi , dan Daerah Adat di Ma’dikai
Menurut sejarah toraja sesudah 150 tahun sesudah tersebarnya aluk sanda pitunna tiba lagi Penguasa gres yang dipahami dengan Zaman munculnya Tomanurun di Toraja. Dari beberapa Tomanurun ini salah satu yang sungguh dipahami dalam sejarah Toraja yakni Puang Tomanurun Tamboro Langi’ yang dipahami selaku pencipta dari aluk sanda saratu’ yang disebarkan di kawasan moral Padang diPuangngi.
Aluk Sanda Saratu’ merupakan pelengkap dari Aluk Sanda Pitunna yang sudah ada apalagi dahulu dan meningkat di penduduk Toraja. Di dalam aluk sanda saratu’ dari Puang Tomanurun Tamboro Langi’ yang banyak menjadi ketentuan-ketentuan merupakan ihwal bagaimana kedudukan Puang Tomanurun dan turunannya dalam masyarakat. Baik penguasa moral maupun selaku pemegang aluk sanda saratu’ yang menempatkan turunan Puang Tomanurun dimuliakan didalam masyarakat.
Inilah yang menjadi perbedaan menonjol diantara ketiga kawasan moral besar di Toraja dimana kawasan padang di Puangngi yang melaksanakan aluk sanda saratu’ banyak mengganti soal pergaulan penduduk dan susunan pemerintahan yang sudah ditaruh dan dikelola sebelumnya oleh Aluk Sanda Pitunna. Sedangkan kawasan moral Padang di Ambe’I dan Padang dima’dikai tidak melaksanakan fatwa Aluk Sanda Saratu’ yang menurut Monarchi agama.
Setelah Aluk Sanda Saratu’ perkembang baik di Daerah Adat Padang di Puangngi maka susunan penduduk di kawasan moral padang dibuangngi berubah dari dasar kesatuan , kekeluargaan , dan kegotong-royongan dari dasar Aluk sanda Pitunna meningkat menjadi susunan penduduk yang berupa kesatuan yang Marchistik yang menurut Aluk sanda Saratu’.
Namun tidak semua kawasan moral Padang dipuangngi yang melaksanakan dan menerima fatwa aluk sanda saratu’ ini antara lain di kawasan bab Utara dari padang dipuangngi yakni kawasan Kesu’ dan sekitarnya yang memunculkan kawasan moral padang dipuangngi terbagi 2(dua) yakni :
- Daerah moral padang dipuangngi bab selatan melaksanakan aluk sanda saratu’ selain itu masih tetap melaksanakan aluk sanda pitunna.
- Daerah moral padang dipuangngi bab utara yakni kawasan Kesu’ dan sekitarnya tidak melaksanakan aluk sanda saratu’ dan melaksanakan Aluk Sanda Pitunna sepenuhnya.
Karena kawasan Kesu’ dan sekitarnya yang merupakan Daerah bab Utara dari kawasan moral pdang dipuangngi tidak melaksanakan aluk sanda saratu’ maka kawasan tersebut memisahkan diri dari kawasan moral padang diPuangngi dengan penduduk yang tetap berupa Kesatuan , kekeluargaan , dan kegotong-royongan sesuai dengan fatwa Aluk Sanda Pitunna.
Dan dengan memisahkan diri dari kawasan moral padang diPuangngi maka kawasan kesu’ dan sekitarnya tidak lagi memakai gelar Puang selaku gelar untuk Penguasa-Penguasa adatnya , tatetapi memakai Gelar Sokkong Bayu selaku Gelar untuk Penguasa-Penguasa adat. Sokkong Bayu artinya Pemikul Beban yang paling besar dari penduduk ( Sokkong = Kuduk , Bayu = Baju )
Dengan tersebarnya aluk sanda saratu’ di kawasan Bagian selatan padang di Puangngi maka kawasan bab utara memisahkan diri karna tidak melaksanakan fatwa aluk sanda saratu’ tetapi menurut pembagian Dasar Lesoan Aluk yang sudah di menegaskan sebelumnya Menurut fatwa Aluk Sanda Pitunna dari Tongkonan Banua Puan Marinding , kawasan padang dipuangngi baik kawasan bab selatan maupun utara masih tetap berlaku yakni Lesoan Aluk Tananan Bua’ Pemala’ Tedong Sereala.
Dalam kemajuan penduduk didaerah bab utara kawasan moral padang dipuangngi yakni kesu’ dan sekitaranya lalu tergolong dalam kalangan moral Balimbing kalua’ dan kini ini sudah tergolong dalam kawasan moral Padang di Ambe’i alasannya yakni dalam training penduduk dan pemerintahan sama dengan moral padang di Ambe’i tetapi dasar Lesoan aluk Daerah kesu dan sekitarnya masi tetap melaksanakan Lesoan Aluk Tananan Bua’ Pemala’ Tedong Sereala yang merupakan lesoan aluk padang di Puangngi.
Sejak terpisahnya kawasan moral padang diPuangngi bab utara yakni kesu’ dan sekitaranya maka dengan resmi terbentuklah kawasan moral padang dipuangngi yang memanfaatkan fatwa aluk sanda pitunna dengan pelengkap fatwa aluk sanda saratu’. Yang hingga kini dipahami dengan kalangan moral Padang diPuangngi Tallu Lembangna ( Tallu = Tiga = Lembangna = Pemerintahan sendiri ) dan kalangan moral Padang di Puangngi Tallu Batu Papan.
Dengan terbentuknya kawasan moral padang di Puangngi yang bab selatan dengan Aluk Sanda Saratu’ , maka Pusat penyebaran Aluk Sanda Pitunna beralih dari Tongkonan Banua Puan di Marinding ke Kesu’ dengan Nama Panta’nakan Lolo ( Panta’nakan = Persemaian , Lolo = Muda , Pertama , Kuncup ) alasannya yakni tongkonan banua puan di Marinding sudah tergolong dalam kawasan Penguasa-Penguasa Aluk Sanda Saratu’.