![]() |
Cap Tangan Gua Tewet , Kalimantan. Foto oleh Luc-Henri Fage , sumber wacana nusantara |
Lukisan gua prasejarah di Kalimantan terbanyak ditemui di Kalimantan Timur dan kemudian Kalimantan Barat. Penemuan pertama lukisan gua di Kalimantan Timur (di Kabupaten Kutai) diketahui dari tim arkeologi adonan Indonesia dan Perancis pada tahun 1982. 1983 dan 1986. Penelitian kemudian ditindaklanjuti oleh Chazine pada tahun 1994 yang meneliti di wilayah situs Sungai Bungam (Kapuas Hulu) dan wilayah pegunungan Muller (Kutai).
Penelitian sehubungan dengan peninggalan-peninggalan budaya pada zaman prasejarah di pulau Kalimantan kemudian dijalankan oleh Balai Arkeologi Banjarmasin yang sudah dirintis dari tahun 1955 , utamanya yang berhubungan dengan lukisan gua prasejarah. Hingga dikala ini , lukisan gua prasejarah di Kalimantan terus memanggil ketertarikan para peneliti baik dari dalam dan mancanegara untuk mengungkap misteri kehidupan zaman prasejarah di wilayah tersebut.
Kendati demikian , observasi seni cadas di Kalimantan dan juga wilayah-wilayah yang lain di Indonesia kerap menemui persoalan mengingat keadaan wilayah geografis yang cukup berat , jarak tempuh yang jauh , serta membutuhkan ongkos yang kadang tidak sedikit. Tujuan dari observasi lukisan gua prasejarah selain untuk mengenali kehidupan insan pada zaman dulu , observasi ini juga sanggup dijadikan selaku wawasan untuk dipelajari insan sekarang. Misalnya wacana “sejarah seni” , tata cara keyakinan , dan juga materi pewarna yang digunakan.
Gua yang Memiliki Lukisan
Penelitian terhadap gua-gua yang terdapat lukisan prasejarah di Kalimantan oleh Indonesia gres dimulai dengan menjalankan survei pada tahun 1995 yang dijalankan oleh Balai Arkeologi Banjarmasih dan Pusat Arkeologi Nasional ke pegunungan Meratus , yang tergolong Kabupaten Tabalong (Kalimantan Selatan) , guna menemukan data wacana acara kehidupan zaman prasejarah yang berciri mesolitik dan neolitik. Salah satu gua tersebut yakni Gua Babi. Di dalamnya didapatkan sisa-sisa acara residensial yang dicirikan oleh benda-benda serpihan watu rijang , pecahan gerabah berhias , serta himpunan sisa moluska dari kelas gastropoda.Contoh arang dari Gua Babi yang dianalisis dengan metode pertanggalan C-14 menciptakan data 5000 tahun yang lalu.
Pada tahun 1996 observasi dijalankan di wilayah Tanjung Mangkalihat , Sangkulirang , Kutai Timur (Kalimantan Timur). Dari gua-gua yang terdapat di wilayah tersebut , ditentukan bahwa ada delapan gua yang memiliki lukisan , yaitu: Gua Mardua , Gua payau , Gua Liang Sara , Gua Masri , Gua Ilas Keceng , Gua Tewet , Gua Tamrin , dan Gua Ham.
Penelitian yang cukup intensif di wilayah ini jusru sudah dijalankan oleh tim dari Pusat Penelitian Ilmiah Nasional Prancis yang dipimpin oleh Jean-Michael Chazine , spesialis etno-arkeologi yang sudah dirintisnya sejak tahun 1993 , baik berupa survei maupun penggalian arkeologi.
Gua Tamrin dan Gua Ham
Lukisan gua yang cukup memukau perhatian yakni lukisan gua di Gua Tamrin dan Gua Ham sebab di dalam gua tersebut terdapat banyak gambar. Gua Tamrin yang berada bersahabat sungai Marang , bahkan memiliki lukisan-lukisan penari yang mengenakan topeng pada seluruh potongan kepala. Lukisan tersebut minimal mirip dengan tari-tarian moral yang masih berjalan di beberapa suku papua dan beberapa kepulauan di Melanasia.
Sementara di Gua Ham diketemukan lukisan penari , binatang yang mirip tapir , jenis rusa dan tumbuhan. Yang paling hebat yakni lukisan cap tangan yang jumlahnya meraih 275 gambar , dan menjadi salah satu gua yang memilki lukisan cap tangan terbanyak di dunia.
Pola Lukisan
Pola lukisan gua yang cukup secara biasa dikuasai di beberapa gua di Kalimantan yakni lukisan cap tangan , yang nyaris sama dengan lukisan cap tangan yang diketemukan di kompleks Maros dan Pangkajene (Sulawesi Selatan). Pola yang lain antara lain binatang banteng dan sejenis tapir yang diperkirakan sudah punah ribuan tahun lalu. Ada juga binatang babi , sejenis rusa , flora , teladan geometris , dan gambar insan yang digambarkan mirip sedang berburu dan menari. Pola dan bentuk lukisan secara tidak eksklusif juga sanggup pertanda kelas sosial yang meningkat pada masa itu , baik itu yang mengandung simbol-simbol yang bermitra dengan sosial-ekonomi maupun makna religi-magis.
Roder dan Galis yang meneliti lukisan gua di wilayah Maluku dan juga juga di wilayah Papua , lukisan gua sering kali berhubungan dengan upacara-upacara dan bentuk penghormatan terhadap nenek moyang , bentuk inisiasi , dan juga untuk kebutuhan memperingati bencana yang penting.
Lukisan-lukisan itu mirip diselimuti situasi sakral dan juga religius. Lukisan itu juga mirip sebutan tuntutan yang dengannya mereka melukiskan biar sanggup dikabulkan , suatu impian. Beberapa bahkan menyatakan lukisan gua selaku tanda belasungkawa yang sanggup mengirimkan perjalanan seseorang ke dunia lain.
Semua yang tergambar pada lukisan gua masa prasejarah itu ialah bentuk refleksi kehidupan yang dijalani insan di masanya. Gua bukan cuma selaku tempat mereka berteduh , gua yakni rumah. Fungsinya bukan cuma selaku tempat beristirahat atau selaku tempat tinggal saja , namun gua-gua itu dijadikan selaku salah satu tempat untuk mengekspresikan kemajuan hidup yang mereka jalani.
sumber :
WACANA NUSANTARA — 28 NOV , 2009

Seorang pakar sosial budaya yang aktif pada berbagai kegiatan sosial kemasyarakatan. Telah menempuh pendidikan di salah satu universitas swasta terbaik di Indonesia yang mengambil jurusan sosial budaya.