Cap Tangan Gua Tewet di Kalimantan Foto oleh Luc-Henri Fage sumber: wacana nusantara |
Lukisan gua prasejarah yang cukup bau tanah di Indonesia berasal kurang lebih dari 40.000 tahun yang kemudian di Sulawesi. Cetakan serupa sudah didapatkan di Afrika Selatan , Australia , Amerika Utara , Argentina dan Eropa. Diantara lukisan gua prasejarah itu ada lukisan cap tangan. Lukisan cap tangan merupakan sesuatu yang sungguh pribadi dan lebih emosional. Menggunakan lisan dan tangan–tidak ada yang lebih pribadi dari itu.
Di gua-gua itu kita menyaksikan tekad nenek moyang bangsa insan untuk bisa meninggalkan catatan. Tidak persis seni dan bukan juga grafiti. Kini kita menyebutnya selaku lukisan gua prasejarah.
Ada sesuatu yang begitu lazim dari lukisan cap tangan. Ya , kita semua mungkin pernah menjadikannya di sekolah dan di seluruh dunia mungkin belum dewasa masih melakukannya dengan cara yang dapat jadi sama. Kita kerap kali menghasilkan cap jempol , cap tangan , sidik jari. Untuk kasus yang serupa , seiring perkembangannya kita kemudian mengenal ungkapan “tanda angan”.
Sebaran Lukisan Gua Prasejarah di Indonesia
Di Indonesia sendiri , lukisan gua Prasejarah diidentifikasikan selaku hasil dari kebudayaan yang mulai meningkat di masa berburu tingkat sederhana sampai masa berburu tingkat lanjut yang banyak didapatkan di wilayah Kalimantan , Maluku , Sulawesi Selatan , Papua dan wilayah-wilayah lainnya.
Lukisan gua prasejarah merupakan bukti mengenai kesanggupan insan pada masa kemudian dalam menuangkan ekspresi-nya. Lukisan gua prasejarah merupakan pola pertama dari apa yang kita sebut sejarah—pesan dari masa lalu—sebagai suatu pernyataan universal untuk menyampaikan “KAMI (pernah) ADA DI SINI”.
Berikut klarifikasi tentang lukisan gua prasejarah di beberapa wilayah Indonesia:
1. Lukisan Gua Prasejarah di Sulawesi Selatan
2. Lukisan Gua Prasejarah di Kalimantan
3. Lukisan Gua Prasejarah di Sulawesi Tenggara
4. Lukisan Gua Prasejarah di Maluku
5. Lukisan Gua Prasejarah di Papua
Lukisan gua prasejarah tidak cuma didapatkan di wilayah Indonesia saja , tetapi juga didapatkan di aneka macam negara yang lain , seumpama misalnya di Eropa lukisan gua banyak didapatkan di Spanyol , di Italia , Prancis dan juga beberapa wilayah lainnya. Sementara untuk Asia , lukisan gua prasejarah didapatkan juga di Thailand , dan India. Di Afrika dan Australia juga dilaporkan mengenai temuan Lukisan Gua Prasejarah ini. Temuan lukisan Gua prasejarah di luar wilayah Indonesia setidaknya sanggup menjadi suatu isyarat tentang kebudayaan yang meningkat pada masa itu tidak jauh terlalu memiliki banyak perbedaan dengan kebudayaan yang tengah meningkat di belahan dunia lainnya.
Bahan Pembuat Lukisan Gua Prasejarah
Hingga di saat ini memang belum ada suatu argumen yang niscaya mengenai jenis dari materi lukisan maupun bagaimana cara aplikasinya. Tetapi kita bisa menyaksikan dari laporan dari para peneliti kita terdahulu baik dari laporan survei yang sudah mereka laksanakan , serta beberapa laporan hasil pengamatan dan konservasi yang sudah dilakukan.
Misalnya dari observasi yang dilaksanakan oleh Samidi pada tahun 1985 dan 1986 yang sudah meneliti Lukisan Gua Sumpang Bita dan Lukisan Gua Pettae Kerre , meski ia tidak secara eksklusif menyebutkan bahwa materi lukisan gua prasejarah itu menggunakan hematit , Samidi nyatanya menggunakan hematit selaku materi warna pengganti. Hematit merupakan mineral yang memiliki beberapa warna , ada yang hitam , abu-abu keperakan (baja) , ada juga yang berwarna coklat bahkan merah.
Masyarakat tradisional Toraja menggunakan hematit selaku pewarna yang digunakan pada dekorasi rumah budbahasa mereka. Penggunaan Hematit selaku materi pewarna lukisan gua juga sudah disinggung oleh para peneliti sebelumnya. Temuan hematit di Gua Leang Burung pada tahun 1972 oleh I.C. Glover kian memperkuat prasangka bahwa warna merah pada lukisan gua prasejarah itu memang menggunakan hematit. Hematit diperoleh lewat penggalian dari lapisan tanah serempak dengan temuan alat serut dan watu inti. Pecahan hematit yang dketemukan merupakan pecahan yang seumpama watu merah yang terlihat memiliki ukiran seumpama sudah dimanfaatkan untuk menulis.
Sementara itu pada Tahuan 1950 , di Leang Pattae juga diketemukan Hematit oleh Van Hekeren beserta temuan alat gres , alat serpih , mata panah , dan juga jenis kapak genggam. Kapak genggam Jenis Sumatera itu kokoh prasangka digunakan selaku alat untuk merusak hematit alasannya merupakan pada beberapa bagiannya terlihat warna kemerahan.
Temuan-temuan ini membuktikan bahwa hematit bukanlah materi perwarna yang instant dan eksklusif siap digunakan , menggunakan hematit selaku materi untuk mewarnai dibutuhkan proses untuk merubah hematit yang tadinya padat menjadi pewarna yang cair. Dari temuan Hekeren dan Glover sanggup dibentuk suatu kesimpulan sementara bahwa sudah adanya suatu kerja keras antisipasi yang dilaksanakan oleh insan pada masa kemudian sebelum mereka melukis gua.
Penelitian yang lain yang dilaksanakan oleh Sadirin (1998) dengan menjajal menghasilkan suatu adonan dari materi alami yang berasal dari berkembang gambir ,sirih , dan pinang. Hasilnya ternyata cukup baik , tetapi sayangnya bahan-bahan pewarna itu tidak dapat bertahan usang dan cepat memudar.
Selain mineral merah (yang disangka hematit) dan lumayan banyak didapatkan di sekeliling Gua , disangka juga adanya penggunaan materi yang sanggup melekatkan dengan cukup kokoh pewarna di antara dinding karst. Dugaan sementara merupakan penggunaan materi yang alami tetapi memiliki sifat asam yang sanggup larut sementara , kemudian akan mengeras alasannya merupakan berinteraksi secara kimiawi. Bahan alami yang bersifat asam bisa berupa ekstrak dari tumbuhan.
Warna yang kini dilihat sanggup mengindikasikan bau tanah mudanya lukisan gua tersebut. Lukisan Gua yang berwarna merah memiliki penanggalan yang lebih bau tanah dibanding dengan warna hitam. Sedangkan lukisan yang berwarna putih merupakan warna yang termuda.Warna merah , Hitam dan putih dalam beberapa kasus ditemui tumpang tindih.
Gua yang Dahulu Berpenghuni; Gua Liang Bua , Flores. Dihuni Homo Floresiensis Foto oleh Rosino , sumber: wacana nusantara |
Nilai-nilai yang Terkandung
Lukisan gua prasejarah merupakan suatu bentuk dari perwakilan untuk mengekspresikan kehadiran insan pada masa itu , suatu kesempatan dalam mengerti keberadaan dan berupaya untuk mengabadikan kesibukan yang dilaksanakan dalam bentuk “coretan” dinding gua atau oleh penduduk kini bisa dibilang selaku bab dari lukisan gua. Lukisan Gua juga dapat menjadi suatu pengingat dari pencapaian-pencapaian yang luar biasa.Lukisan cap tangan yang memiliki warna latar belakang merah bisa jadi mengandung suatu makna tentang kekuatan selaku lambang pelindung yang sanggup menangkal datangnya roh jahat , dan lukisan dengan cap tangan yang jari-jarinya tidak lengkap bisa diartikan selaku tanda berkabung.
Beberapa andal beropini bahwa tujuan dari pengerjaan lukisan Gua itu berhubungan dengan kepercayaan yang bersifat religius dan dibentuk tidak semata-mata cuma berhubungan dengan nilai artistik atau untuk sekedar untuk tujuan keindahan. Lukisan-lukisan gua prasejarah itu memiliki kaitan selaku bab dari kerja keras insan pada masa kemudian mudah-mudahan sanggup melaksanakan komunikasi dengan alam dan kekuatan yang sifatnya supranatural. Ada juga yang memperkirakan lukisan gua prasejarah pada mulanya merupakan bentuk tuntutan yang ditujukan terhadap kekuatan yang mereka percayai sanggup mengabulkannya (doa). Lukisan cap tangan pada dinding gua bagi Van Heekeren , itu berafiliasi dengan suatu ritual kelahiran , maut dan juga menggambarkan suatu perjalanan dari arwah yang tengah meraba-raba untuk menuju ke alam yang selanjutnya. Di samping itu , Lukisan cap tangan sanggup juga dimaknai selaku tanda berbelasungkawa atas maut sanak saudara.
Salomon Reinach seorang arkeolog Prancis yang meneliti agama dan seni Palaeolitik. menampilkan suatu rancangan sympathetic magic , ritual menggunakan objek magis atau langkah-langkah simbolis terkait dengan insiden atau orang yang lebih berpengaruh. Hunting magic , kepercayaan tentang akan adanya kekuatan di saat berburu. Dan fertility magic , yakni kepercayaan tentang adanya suatu kekuatan yang berhubungan dengan kesuburan. Lukisan gua dengan jenis kelamin wanitanya yang tegas , apabila menggunakan rancangan Sympathetic Magic sanggup dihubungkan dengan konsepsi kesuburan yang menjadi harapan. Manusia pada masa kemudian sampai kini selalu mencari cara untuk memajukan kesuburan , baik itu yang berafiliasi dengan alam atau dalam hal keturunan. Kesuburan merupakan suatu makna lazim yang menjadi indikator keberlangsungan hidup insan di dunia.
Sementara itu Begeuen , menganalisis dari sisi rites magic. Begeuen percaya bahwa lukisan-lukisan gua prasejarah itu memiliki ikatan dengan ritual atau upacara yang berafiliasi dengan dunia magis. Konsepsi rites magic ini menjajal menerangkan bahwa insan pada masa kemudian selalu mengadakan upacara atau ritual yang berhubungan dengan kepercayaan atau kepercayaan pada kekuatan yang dianggap menguasai semua hal yang berada di luar kesanggupan mereka. Pada pada dasarnya , rites magic berupaya untuk membuktikan bahwa insan pada masa kemudian itu selalu berupaya menujukan bentuk-bentuk dari suatu kepercayaannya dengan mengabadikan aneka macam hal.
Lukisan gua Prasejarah mungkin sanggup menjadi rujukan untuk kita dalam menafsirkan bagaimana kehidupan insan pada masa lalu. Bagaimana mereka melaksanakan acara kesehariannya , bagaimana kondisi lingkungan mereka , dan bagaimana pola pikir insan pada masa itu. Dengan mengkaji lebih jauh tentang lukisan dinding gua prasejarah ini , mungkin pada alhasil kita bisa mengasumsikan tentang pergantian budaya dan cara hidup insan pada masa kemudian dengan masa sekarang. Sikap hidup insan pada masa kemudian itu seolah tergambar pada lukisan-lukisan gua tersebut , tergolong di dalamnya mengandung nilai estetika dan makna magis dekat kaitannya dengan pola pikir serta kepercayaan yang hidup pada masa itu.
Selama ribuan tahun sudah berlalu semenjak nenek moyang kita itu mengoreskan warna-demi makna dalam dinding-dinding cadas. Bagaimanapun juga , lukisan gua memiliki nilai sejarah , tentang siapa kita , dan sejauh apa kita sudah berubah. Saat ini di beberapa situs yang memiliki lukisan dinding gua prasejarah lumayan banyak mengalami pengrusakan dan kerusakan. Kerusakan utamanya diakibatkan oleh proses pelapukan dan juga pengelupasan lapisan batuan yang terus berlanjut alasannya merupakan disantap usia. Di beberapa wilayah bahkan warna dari lukisannya mulai memudar serta pengendapan kapur. Hal ini kian diperparah dengan pengrusakan yang justru terus berlanjut , nyaris semua gua prasejarah terdapat coretan spidol , ukiran dari benda-benda tajam , dan penambahan-penambahan yang lain yang tidak sebagaimana mestinya.
Dari semenjak Lukisan Gua Prasejarah itu dibentuk , sampai bisa bertahan sampai puluhan ribu tahun , merupakan sesuatu yang luar biasa. Masih banyak pertanyaan yang belum terjawab , masih banyak lukisan yang belum bisa kita artikan. Dan selaku bab dari kerja keras konservasi mudah-mudahan kelak masih bisa dikaji oleh generasi berikutnya , jangan dirusak lagi , Pandal.
sumber :
WACANA NUSANTARA 28 JUL , 2015
Seorang pakar sosial budaya yang aktif pada berbagai kegiatan sosial kemasyarakatan. Telah menempuh pendidikan di salah satu universitas swasta terbaik di Indonesia yang mengambil jurusan sosial budaya.