Sejarah Dan Budaya: Kerajaan Sunda

Gambar Gravatar
Karajaan Sunda (669-1579 M) , menurut naskah Wangsakerta ialah kerajaan yang berdiri mengambil alih kerajaan Tarumanagara. Kerajaan Sunda diresmikan oleh Tarusbawa pada tahun 591 Caka Sunda (669 M). Menurut sumber sejarah primer yang berasal dari kurun ke-16 , kerajaan ini ialah sebuah kerajaan yang meliputi wilayah yang kini menjadi Provinsi Banten , Jakarta , Provinsi Jawa Barat , dan bab barat Provinsi Jawa Tengah. Berdasarkan naskah antik primer Bujangga Manik (yang menceriterakan perjalanan Prabu Bujangga Manik , seorang pendeta Hindu Sunda yang mendatangi tempat-tempat suci agama Hindu di pulau Jawa dan Bali pada permulaan kurun ke-16) , yang dikala ini disimpan pada Perpustakaan Boedlian , Oxford University , Inggris sejak tahun 1627 , batas kerajaan Sunda di sebelah timur yakni sungai Cipamali (yang dikala ini sering disebut selaku kali Brebes) dan sungai Ciserayu (yang dikala ini disebut Kali Serayu) di Provinsi Jawa Tengah.
Tome Pires (1513) dalam catatan perjalanannya , Summa Oriental (1513 – 1515) , menyebutkan batas wilayah kerajaan Sunda di sebelah timur selaku berikut:

Sementara orang memastikan bahwa kerajaan Sunda meliputi setengah pulau Jawa. Sebagian orang yang lain berkata bahwa kerajaan Sunda meliputi sepertiga pulau Jawa ditambah seperdelapannya lagi. Katanya , keliling pulau Sunda tiga ratus legoa. Ujungnya yakni Cimanuk. 

Sedangkan menurut naskah Wangsakerta , wilayah kerajaan Sunda meliputi juga kawasan yang dikala ini menjadi Provinsi Lampung lewat ijab kabul antar keluarga kerajaan Sunda dan Lampung. Lampung dipisahkan dari bab lain kerajaan Sunda oleh Selat Sunda.

Bacaan Lainnya
Hubungan Kerajaan Sunda dengan Eropa
Kerajaan Sunda sudah usang menjalin hubungan jualan dengan bangsa Eropa saperti Inggris , Perancis dan Portugis. Kerajaan Sunda malah pernah menjalin hubungan politik dengan bangsa Portugis. Dalam tahun 1522 , kerajaan Sunda menandatangani perjanjian Sunda-Portugis dimana dalam perjanjian tersebut Portugis dibolehkan membangun benteng dan gudang di pelabuhan Sunda. Sebagai imbalannya , Portugis diharuskan memberi derma militer terhadap kerajaan Sunda dalam menghadapi serangan dari Demak dan Cirebon yang memisahkan diri dari kerajaan Sunda.
Sejarah Kerajaan Sunda
Sebelum berdiri selaku kerajaan yang berdikari , Sunda ialah bawahan Tarumanagara. Raja Tarumanagara yang terakhir , Sri Maharaja Linggawarman Atmahariwangsa Panunggalan Tirthabumi (memerintah cuma selama tiga tahun , 666-669 M) , menikah dengan Déwi Ganggasari dari Indraprahasta. Dari Ganggasari , dia memiliki dua anak , yang keduanya perempuan. Déwi Manasih , putri sulungnya , menikah dengan Tarusbawa dari Sunda , sedangkan yang kedua , Sobakancana , menikah dengan Dapuntahyang Sri Janayasa , yang berikutnya mendirikan kerajaan Sriwijaya. Setelah Linggawarman meninggal , kekuasaan Tarumanagara turun terhadap menantunya , Tarusbawa. Hal ini menyebabkan penguasa Galuh , Wretikandayun (612-702) memberontak , melepaskan diri dari Tarumanagara , serta mendirikan Galuh yang mandiri. dari pihak Tarumanagara sendiri , Tarusbawa juga menghendaki melanjutkan kerajaan Tarumanagara. Tarusbawa berikutnya memindahkan kekuasaannya ke Sunda , sedangkan Tarumanagara diubah menjadi bawahannya. Beliau dinobatkan selaku raja Sunda pada hari Radite Pon , 9 Suklapaksa , bulan Yista , tahun 519 Saka (kira-kira 18 Mei 669 M). Sunda dan Galuh ini memiliki batas , dengan batas kerajaanya yakni sungai Citarum (Sunda di sebelah barat , Galuh di sebelah timur).
Kerajaan kembar
Putera Tarusbawa yang paling besar , Rarkyan Sundasambawa , wafat dikala masih muda , meninggalkan seorang anak wanita , Nay Sekarkancana. Cucu Tarusbawa ini lantas dinikahi oleh Rahyang Sanjaya dari Galuh , hingga memiliki seorang putera , Rahyang Tamperan. Saat Tarusbawa meninggal (tahun 723) , kekuasaan Sunda jatuh ke Sanjaya , yang di tahun itu juga sukses merebut kekuasaan Galuh dari Rahyang Purbasora (yang merebut kekuasaan Galuh dari ayahnya , Bratasenawa/Rahyang Séna). Oleh lantaran itu , di tangan Sanjaya , Sunda dan Galuh bersatu kembali. Untuk meneruskan kekuasaan ayahnya yang menikah dengan puteri raja Keling (Kalingga) , tahun 732 Sanjaya menyerahkan kekuasaan Sunda-Galuh ke puteranya , Tamperan. Di Keling , Sanjaya memegang kekuasaan selama 22 tahun (732-754) , yang kemudian diganti oleh puteranya dari Déwi Sudiwara , Rarkyan Panangkaran.
Rahyang Tamperan berkuasa di Sunda-Galuh selama tujuh tahun (732-739) , kemudian membagi kekuasaan pada dua puteranya: Sang Manarah (dalam carita rakyat disebut Ciung Wanara) di Galuh serta Sang Banga (Hariang Banga) di Sunda. Sang Banga (Prabhu Kertabhuwana Yasawiguna Hajimulya) menjadi raja selama 27 tahun (739-766) , namun cuma menguasai Sunda dari tahun 759.
Dari Déwi Kancanasari , keturunan Demunawan dari Saunggalah , Sang Banga memiliki putera , berjulukan Rarkyan Medang , yang kemudian meneruskan kekuasaanya di Sunda selama 17 tahun (766-783) dengan gelar Prabhu Hulukujang. Karena anaknya wanita , Rakryan Medang mewariskan kekuasaanya terhadap menantunya , Rakryan Hujungkulon atau Prabhu Gilingwesi (dari Galuh , putera Sang Mansiri) , yang menguasai Sunda selama 12 tahun (783-795). Karena Rakryan Hujungkulon inipun cuma memiliki anak wanita , maka kekuasaan Sunda lantas jatuh ke menantunya , Rakryan Diwus (dengan gelar Prabu Pucukbhumi Dharmeswara) yang berkuasa selama 24 tahun (795-819). Dari Rakryan Diwus , kekuasaan Sunda jatuh ke puteranya , Rakryan Wuwus , yang menikah dengan putera dari Sang Welengan (raja Galuh , 806-813). Kekuasaan Galuh juga jatuh kepadanya dikala kerabat iparnya , Sang Prabhu Linggabhumi (813-842) , meninggal dunia. Kekuasaan Sunda-Galuh dipegang oleh Rakryan Wuwus (dengan gelar Prabhu Gajahkulon) hingga ia wafat tahun 891.
Sepeninggal Rakryan Wuwus , kekuasaan Sunda-Galuh jatuh ke adik iparnya dari Galuh , Arya Kadatwan. Hanya saja , lantaran tidak digemari oleh para pembesar dari Sunda , ia dibunuh tahun 895 , sedangkan kekuasaannya diturunkan ke putranya , Rakryan Windusakti. Kekuasaan ini lantas diturunkan pada putera sulungnya , Rakryan Kamuninggading (913). Rakryan Kamuninggading menguasai Sunda-Galuh cuma tiga tahun , alasannya yakni kemudian direbut oleh adikna , Rakryan Jayagiri (916). Rakryan Jayagiri berkuasa selama 28 tahun , kemudian diwariskan terhadap menantunya , Rakryan Watuagung , tahun 942. Melanjutkan dendam orangtuanya , Rakryan Watuagung direbut kekuasaannya oleh keponakannya (putera Kamuninggading) , Sang Limburkancana (954-964). Dari Limburkancana , kekuasaan Sunda-Galuh diwariskan oleh putera sulungnya , Rakryan Sundasambawa (964-973). Karena tak punya putera dari Sundasambawa , kekuasaan tersebut jatuh ke adik iparnya , Rakryan Jayagiri (973-989).
Rakryan Jayagiri mewariskan kekuasaannya ka puteranya , Rakryan Gendang (989-1012) , dilanjutkan oleh cucunya , Prabhu Déwasanghyang (1012-1019). Dari Déwasanghyang , kekuasaan diwariskan terhadap puteranya , kemudian ke cucunya yang menghasilkan prasasti Cibadak , Sri Jayabhupati (1030-1042). Sri Jayabhupati yakni menantu dari Dharmawangsa Teguh dari Jawa , mertua raja Erlangga (1019-1042).
Dari Sri Jayabhupati , kekuasaan diwariskan terhadap putranya , Dharmaraja (1042-1064) , kemudian ke cucu menantunya , Prabhu Langlangbhumi ((1064-1154). Prabu Langlangbhumi dilanjutkan oleh putranya , Rakryan Jayagiri (1154-1156) , lantas oleh cucunya , Prabhu Dharmakusuma (1156-1175). Dari Prabu Dharmakusuma , kekuasaan Sunda-Galuh diwariskan terhadap putranya , Prabhu Guru Dharmasiksa , yang memerintah selama 122 tahun (1175-1297). Dharmasiksa memimpin Sunda-Galuh dari Saunggalah selama 12 tahun , namun kemudian memindahkan sentra pemerintahan terhadap Pakuan Pajajaran , kembali lagi ke tempat permulaan moyangnya (Tarusbawa) memimpin kerajaan Sunda.
Sepeninggal Dharmasiksa , kekuasaan Sunda-Galuh turun ke putranya yang paling besar , Rakryan Saunggalah (Prabhu Ragasuci) , yang berkuasa selama enam tahun (1297-1303). Prabhu Ragasuci kemudian diganti oleh putranya , Prabhu Citraganda , yang berkuasa selama delapan tahun(1303-1311) , kemudian oleh keturunannya lagi , Prabu Linggadéwata (1311-1333). Karena cuma memiliki anak wanita , Linggadéwata menurunkan kekuasaannya ke menantunya , Prabu Ajiguna Linggawisésa (1333-1340) , kemudian ke Prabu Ragamulya Luhurprabawa (1340-1350). Dari Prabu Ragamulya , kekuasaan diwariskan ke putranya , Prabu Maharaja Linggabuanawisésa (1350-1357) , yang di ujung kekuasaannya gugur di Bubat (baca Perang Bubat). Karena dikala insiden di Bubat , putranya — Niskalawastukancana — masih kecil , kekuasaan Sunda sementara dipegang oleh Patih Mangkubumi Sang Prabu Bunisora (1357-1371).
Berkas:PrasastiKawali.jpg
Prasasti Kawali di Kabuyutan Astana Gedé , Kawali , Ciamis.
Sapeninggal Prabu Bunisora , kekuasaan kembali lagi ke putra Linggabuana , Niskalawastukancana , yang kemudian memimpin selama 104 tahun (1371-1475). Dari isteri pertama , Nay Ratna Sarkati , ia memiliki putera Sang Haliwungan (Prabu Susuktunggal) , yang diberi kekuasaan bawahan di kawasan sebelah barat Citarum (daerah asal Sunda). Prabu Susuktunggal yang berkuasa dari Pakuan Pajajaran , membangun sentra pemerintahan ini dengan mendirikan keraton Sri Bima Punta Narayana Madura Suradipati. Pemerintahannya terbilang usang (1382-1482) , lantaran sudah dimulai dikala ayahnya masih berkuasa di kawasan timur.
Dari Nay Ratna Mayangsari , istrinya yang kedua , ia memiliki putera Ningratkancana (Prabu Déwaniskala) , yang meneruskan kekuasaan ayahnya di kawasan Galuh (1475-1482).
Susuktunggal dan Ningratkancana menyatukan luar biasa warisnya dengan menikahkan Jayadéwata (putra Ningratkancana) dengan Ambetkasih (putra Susuktunggal). Tahun 1482 , kekuasaan Sunda dan Galuh disatukan lagi oleh Jayadéwata (yang bergelar Sri Baduga Maharaja). Sapeninggal Jayadéwata , kekuasaan Sunda-Galuh turun ke putranya , Prabu Surawisésa (1521-1535) , kemudian Prabu Déwatabuanawisésa (1535-1543) , Prabu Sakti (1543-1551) , Prabu Nilakéndra (1551-1567) , serta Prabu Ragamulya atau Prabu Suryakancana (1567-1579). Prabu Suryakancana ini ialah pemimpin kerajaan Sunda-Galuh yang terakhir , alasannya yakni setelah berulang kali diserang oleh pasukan dari Kesultanan Banten , di tahun 1579 kekuasaannya runtuh.
Raja-raja Kerajaan Sunda
menurut naskah Pangéran Wangsakerta (waktu berkuasa dalam tahun Masehi):
Tarusbawa (minantu Linggawarman , 669 – 723)
Harisdarma , atawa Sanjaya (menantu Tarusbawa , 723 – 732)
Tamperan Barmawijaya (732 – 739)
Rakeyan Banga (739 – 766)
Rakeyan Medang Prabu Hulukujang (766 – 783)
Prabu Gilingwesi (menantu Rakeyan Medang Prabu Hulukujang , 783 – 795)
Pucukbumi Darmeswara (menantu Prabu Gilingwesi , 795 – 819)
Rakeyan Wuwus Prabu Gajah Kulon (819 – 891)
Prabu Darmaraksa (adik ipar Rakeyan Wuwus , 891 – 895)
Windusakti Prabu Déwageng (895 – 913)
Rakeyan Kamuning Gading Prabu Pucukwesi (913 – 916)
Rakeyan Jayagiri (menantu Rakeyan Kamuning Gading , 916 – 942)
Atmayadarma Hariwangsa (942 – 954)
Limbur Kancana (putera Rakeyan Kamuning Gading , 954 – 964)
Munding Ganawirya (964 – 973)
Rakeyan Wulung Gadung (973 – 989)
Brajawisésa (989 – 1012)
Déwa Sanghyang (1012 – 1019)
Sanghyang Ageng (1019 – 1030)
Sri Jayabupati (Detya Maharaja , 1030 – 1042)
Darmaraja (Sang Mokténg Winduraja , 1042 – 1065)
Langlangbumi (Sang Mokténg Kerta , 1065 – 1155)
Rakeyan Jayagiri Prabu Ménakluhur (1155 – 1157)
Darmakusuma (Sang Mokténg Winduraja , 1157 – 1175)
Darmasiksa Prabu Sanghyang Wisnu (1175 – 1297)
Ragasuci (Sang Mokténg Taman , 1297 – 1303)
Citraganda (Sang Mokténg Tanjung , 1303 – 1311)
Prabu Linggadéwata (1311-1333)
Prabu Ajiguna Linggawisésa (1333-1340)
Prabu Ragamulya Luhurprabawa (1340-1350)
Prabu Maharaja Linggabuanawisésa (yang gugur dalam Perang Bubat , 1350-1357)
Prabu Bunisora (1357-1371)
Prabu Niskalawastukancana (1371-1475)
Prabu Susuktunggal (1475-1482)
Jayadéwata (Sri Baduga Maharaja , 1482-1521)
Prabu Surawisésa (1521-1535)
Prabu Déwatabuanawisésa (1535-1543)
Prabu Sakti (1543-1551)
Prabu Nilakéndra (1551-1567)
Prabu Ragamulya atau Prabu Suryakancana (1567-1579)
Untitled 3DAYAK

Seorang pakar sosial budaya yang aktif pada berbagai kegiatan sosial kemasyarakatan. Telah menempuh pendidikan di salah satu universitas swasta terbaik di Indonesia yang mengambil jurusan sosial budaya.

Pos terkait