Kerajaan Negara Dipa. Kerajaan Negara Dipa merupakan kerajaan di pedalaman Kalimantan Selatan yang merupakan pendahulu Kerajaan Negara Daha. Kerajaan Negara Dipa memiliki daerah-daerah bawahan yang disebut Sakai , yang masing-masing dipimpin oleh seorang Mantri Sakai.
Sebuah pemerintahan Sakai kira-kira sama dengan pemerintahan lalawangan (distrik) pada masa Kesultanan Banjar. Salah satu negeri bawahan Kuripan merupakan Negara Dipa. Menurut Hikayat Banjar , Negara Dipa merupakan suatu negeri yang diresmikan Ampu Jatmika yang berasal dari Keling (Coromandel).Menurut Veerbek (1889:10) Keling , propinsi Majapahit di barat daya Kediri.
Sejarah Kerajaan Negara Dipa
Menurut Paul Michel Munos dalam Kerajaan-kerajaan Awal Kepulauan Indonesia dan Senanjung Malaysia , hal 401 dan 435 , Empu Jamatka (maksudnya Ampu Jatmika) mendirikan pada tahun 1387 , beliau berasal dari Majapahit. Diduga Ampu Jatmika menjabat selaku Sakai di Negara Dipa (situs Candi Laras)(Margasari). Ampu Jatmika bukanlah keturunan darah biru dan juga bukan keturunan raja-raja Kuripan , tetapi lalu beliau sukses mengambil alih kedudukan raja Kuripan selaku penguasa Kerajaan Kuripan yang daerahnya lebih luas tersebut , tetapi walau demikian Ampu Jatmika tidak menyebut dirinya selaku raja , tetapi cuma selaku Penjabat Raja (pemangku). Penggantinya Lambung Mangkurat (Lembu Mangkurat) sehabis bertapa di sungai sukses mendapatkan Putri Junjung Buih yang lalu dijadikan Raja Putri di Negara Dipa.
Raja Putri ini sengaja disediakan selaku jodoh bagi seorang Pangeran yang sengaja dijemput dari Majapahit yakni Raden Putra yang kelak bergelar Pangeran Suryanata I. Keturunan Lambung Mangkurat dan keturunan mereka berdua inilah yang kelak selaku raja-raja di Negara Dipa.
Menurut Tutur Candi , Kerajaan Kahuripan merupakan kerajaan yang lebih dahulu berdiri sebelum Kerajaan Negara Dipa. Karena raja Kerajaan Kahuripan mencintai Empu Jatmika selaku anaknya sendiri maka sehabis beliau renta dan mangkat lalu seluruh wilayah kerajaannya (Kahuripan) dinamakan selaku Kerajaan Negara Dipa , yakni nama kawasan yang didiami oleh Empu Jatmika. (Fudiat Suryadikara , Geografi Dialek Bahasa Banjar Hulu , Depdikbud , 1984)
Kerajaan Negara Dipa semula beribukota di Candi Laras (Distrik Margasari) bersahabat hilir sungai Bahan tepatnya pada suatu anak sungai Bahan , lalu ibukotanya pindah ke hulu sungai Bahan yakni Candi Agung (Amuntai) , lalu Ampu Jatmika mengambil alih kedudukan Raja Kuripan (negeri yang lebih tua) yang mangkat tanpa memiliki keturunan , sehingga nama Kerajaan Kuripan bermetamorfosis Kerajaan Negara Dipa. Ibukota waktu itu berada di Candi Agung yang terletak di sekeliling hulu sungai Bahan (= sungai Negara) yang bercabang menjadi sungai Tabalong dan sungai Balangan dan sekitar sungai Pamintangan (sungai kecil anak sungai Negara). Kerajaan ini dipahami selaku penghasil intan pada zamannya.
Raja Negara Dipa
Periode Raja-raja Kuripan yang tidak dikenali nama penguasa dan masa pemerintahannya. Kerajaan Kuripan ini disebutkan dalam Hikayat Banjar Resensi II.
Ampu Jatmaka gelar Maharaja di Candi , saudagar kaya dari Keling pendiri Negara Dipa tahun 1387 dengan mendirikan negeri Candi Laras di hilir lalu mendirikan (atau menaklukan?) negeri Candi Agung di hulu di sebalik negeri Kuripan. Ampu Jatmaka selaku penerus ayah angkatnya raja renta Kerajaan Kuripan [= raja negeri usang yang berdiri sebelumnya] yang tak punya keturunan , tetapi Ampu Jatmaka mengganggap dirinya cuma selaku Penjabat Raja. Ketiga negeri/distrik ini dan ditambah negeri Batung Batulis dan Baparada (= Balangan) yang timbul di dalam Hikayat Banjar Resensi II teks Cense , maka inilah wilayah permulaan Negara Dipa. Kemudian Empu Jatmika mengutus Tumenggung Tatahjiwa memperluas wilayah dengan menaklukan batang Tabalong , batang Balangan dan batang Pitap. Ia jua mengutus Arya Megatsari menaklukan batang Alai , batang Labuan Amas dan batang Amandit. Widuga wilayah inilah yang menjadi ibukota gres Tanjungpura di negara bab Tanjungnagara (Kalimantan-Filipina).
Lambung Mangkurat [= logat Banjar untuk Lembu Mangkurat] bergelar Ratu Kuripan , putera Ampu Jatmika (sebagai Penjabat Raja). Ia sukses memperluas wilayah kerajaan dari Tanjung Silat/Selatn hingga Tanjung Puting yakni wilayah dari sungai Barito hingga sungai Seruyan.
Raden Galuh Ciptasari alias Putri Ratna Janggala Kadiri gelar anumerta Putri Junjung Buih [= perwujudan putri buih/putri bunga air menurut mitos Melayu] yakni puteri angkat Lambung Mangkurat , disangka Ratu I ini berasal dari Majapahit yang disebut Bhre Tanjungpura. Menurut Pararaton , Bhre Tanjungpura Manggalawardhani Dyah Suragharini yang berkuasa 1429-1464 merupakan puteri Bhre Tumapel II 1389-1427 [= abangnya Suhita] dengan istrinya Bhre Lasem V. Bhre Tanjungpura [= Bhre Kalimantan] dan Bhre Pajang III Sureswari 1429-1450 [= adik bungsu Manggalawardhani] keduanya menjadi istri Bhre Paguhan III 1400-1440 [= ayahnya Sripura] tetapi perkawinan ini tak punya keturunan (menurut Pararaton). Diduga Bhre Tanjungpura menikah lagi dengan Bhre Pamotan I Rajasawardhana Dyah Wijayakumara. Menurut Prasasti Trailokyapuri Manggalawardhani merupakan Bhre Daha VI 1464-1474 yakni ibu Ranawijaya (janda Sang Sinagara).
Rahadyan Putra alias Raden Aria Gegombak Janggala Rajasa gelar anumerta Maharaja Suryanata [= perwujudan raja ilahi matahari] , suami Putri Junjung Buih yang dilamar/didatangkan dari Majapahit dengan persembahan 10 biji intan. Raja ini sukses menaklukan raja Sambas , raja Sukadana/Tanjungpura , orang-orang besar/penguasa Batang Lawai (= sungai Kapuas) , orang besar/penguasa Kotawaringin , orang besar Pasir , raja Kutai , orang besar Berau dan raja Karasikan. Menurut Hikayat Banjar Versi II , pasangan ini mendapatkan tiga putera yakni Pangeran Suryawangsa , Pangeran Suryaganggawangsa dan Pangeran Aria Dewangsa [adi-vamsa = pengasas dinasti]. Ketiga putera ini memerintah di kawasan yang berlawanan (a) Undan Besar dan Undan Kuning , (b) Undan Kulon dan Undan Kecil (c) Candi Laras , Candi Agung , Batung Batulis dan Baparada [= Batu Piring?] serta Kuripan. Setelah beberapa usang memerintah [pada tahun 1464?] Putri Junjung Buih dan Maharaja Suryanata menyampaikan hendak pulang ke tempat asalnya dan pemerintahan dilanjutkan oleh putera-puteranya.
Rajasawardhana alias Dyah Wijayakumara alias Sang Sinagara , yakni putera sulung Bhre Tumapel III Dyah Kertawijaya 1429-1447. Dyah Wijayakumara [= Bhre Kahuripan VI] memiliki istri berjulukan Manggalawardhani Bhre Tanjungpura. Dari perkawinan itu lahir empat orang anak , yakni Samarawijaya [= Bhre Kahuripan VII] , Wijayakarana , [= Bhre Mataram V] , Wijayakusuma (= Bhre Pamotan II) , dan Ranawijaya (= Bhre Kertabhumi= Kartapura?= Tanjungpura?).
Aria Dewangsa putera bungsu Putri Junjung Buih dengan Maharaja Suryanata (Hikayat Banjar model II) , menikahi Putri Mandusari alias Putri Huripan [yang ibunya meninggal dikala melahirkannya] gelar Putri Kabu Waringin [karena minum air susu kerbau putih yang diikat di pohon beringin] yakni puteri dari Lambung Mangkurat (= Ratu Kuripan) dengan Dayang Diparaja.
Raden Sekar Sungsang , cucu Putri Junjung Buih dan juga cucu Lambung Mangkurat merupakan putera dari pasangan Pangeran Aria Dewangsa dengan Putri Kabu Waringin menurut Hikayat Banjar model II , tetapi menurut Hikayat Banjar model I merupakan cicit Putri Junjung Buih dan juga cicit Lambung Mangkurat. Menurut model II , Raden Sekar Sungsang [= Panji Agung Rama Nata] pernah merantau ke Jawa [dan disangka sudah memeluk Islam] dan di Jawa ia mengawini perempuan lokal dan mendapatkan dua putera berjulukan Raden Panji Dekar dan Raden Panji Sekar [yang lalu bergelar Sunan Serabut alasannya merupakan menikahi puteri Raja Giri]. Sunan Serabut dari Giri inilah yang menuntut upeti terhadap Putri Ratna Sari gelar Ratu Lamak (puteri dari Raden Sekar Sungsang dengan Putri Ratna Minasih yang menggantikannya selaku raja). Ratu Lamak lalu digantikan adiknya Ratu Anom yang pernah ditawan ke Jawa alasannya merupakan gagal mengeluarkan duit upeti. Menurut Hikayat Banjar model I , ibu Raden Sekar Sungsang yakni Putri Kalungsu alias Putri Kabu Waringin , permaisuri Maharaja Carang Lalean (= Aria Dewangga?) sempat menjadi wali raja dikala Raden Sakar Sungsang masih berumur enam tahun sewaktu Maharaja Carang Lalean (= Raden Aria Dewangsa?) menyampaikan bahwa ia hendak pulang ke tempat asalnya (dan bila raja ini putera Manggalawardhani maka kemungkinan kepulangannya ke tempat asal/Majapahit untuk menolong kakaknya Samarawijaya berperang melawan pamannya Raja Majapahit?). Maharaja Carang Lalean lalu melantik Lambung Mangkurat selaku pemangku. Pada masa Maharaja Sari Kaburungan alias Raden Sekar Sungsang , putera dari Putri Kabu Waringin alias Putri Kalungsu , untuk menyingkir dari bala tragedi ibukota kerajaan dipindahkan dari Candi Agung (Amuntai) alasannya merupakan dianggap sudah kehilangan tuahnya , sentra pemerintahan dipindah ke arah hilir pada percabangan anak sungai Bahan yakni Muara Hulak yang lalu diganti menjadi Negara Daha (sekarang kecamatan Daha Selatan) sehingga kerajaan disebut dengan nama yang gres sesuai letak ibukotanya dikala dipindahkan yakni Kerajaan Negara Daha. Nama sungai Bahan pun berganti menjadi sungai Negara.
Peninggalan Kerajaan Negara Dipa
Peninggalan Negara Dipa yang kondang merupakan candi agung. Candi agung ini berlokasi di kawasan Desa Sungai Malang , Kecamatan Amuntai Tengah , Kabupaten Hulu Sungai Utara.
Candi Agung merupakan suatu situs Candi Hindu berskala kecil. Konon candi inilah bangunan pertama yang menjadi cikal bakal Kerajaan Negara Dipa. Lokasi candi di kawasan Desa Sungai Malang , Kecamatan Amuntai Tengah , Kabupaten Hulu Sungai Utara. Dari Banjarmasin menuju Amuntai membutuhkan waktu tempuh sekitar 5 jam bila menggunakan transportasi darat.
Memasuki kawasan candi tersebut , kita disambut gapura bertulis Candi Agung. Memang candi Agung tidak menyerupai candi di Pulau Jawa , tetapi eksistensi candi ini menjadi pesona alasannya merupakan bernilai historis. Seperti dikenali Candi Agung erat kaitannya dengan sejarah berdirinya Kerajaan Banjar.
Sebagaimana dikenali , Candi Agung yang dibangun Empu Jatmika , pendiri Kerajaan Negaradipa Khuripan , pada masa ke XIV Masehi. Dari kerajaan ini hasilnya melahirkan Kerajaan Daha di Negara dan Kerajaan Banjarmasin.
Situs Peninggalan Negara Dipa
Menurut kisah , Kerajaan Hindu Negaradipa berdiri tahun 1438 di persimpangan tiga ajaran sungai; Tabalong , Balangan dan Negara. Cikal bakal Kerajaan Banjar itu diperintah Pangeran Suryanata dan Putri Junjung Buih dengan kepala pemerintahan Patih Lambung Mangkurat. Negara dipa lalu meningkat menjadi Kota Amuntai.
Sumber
http://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Negara_Dipa
http://www.kaskus.co.id/showthread.php?t=12147639
Seorang pakar sosial budaya yang aktif pada berbagai kegiatan sosial kemasyarakatan. Telah menempuh pendidikan di salah satu universitas swasta terbaik di Indonesia yang mengambil jurusan sosial budaya.