Sejarah Dan Budaya: Kerajaan Mataram Kuno

Gambar Gravatar
1. Dinasti Sanjaya
Kerajaan Mataram terletak di Jawa Tengah dengan kawasan pada dasarnya disebut Bhumi Mataram. Daerah tersebut dikelilingi oleh pegunungan dan gunung-gunung , seumpama Pegunungan Serayu , Gunung Prau , Gunung Sindoro , Gunung Sumbing , Gunung Ungaran , Gunung Merbabu , Gunung Merapi , Pegunungan Kendang , Gunung Lawu , Gunung Sewu , Gunung Kidul. Daerah itu juga dialiri banyak sungai , diantaranya Sungai Bogowonto , Sungai Progo , Sungai Elo , dan yang paling besar dalah Sungai Bengawan Solo. Mata pencaharian utama dari rakyat Mataram Kuno yakni pertanian , sementara perkara jual beli kurang memperoleh perhatian.
Sumber Sejarah
Bukti-bukti berdirinya Dinasti Sanjaya dipahami lewat Prasasti Canggal (daerah Kedu) , Prasasti Belitung , Kitab Carita Parahyangan.
Prasasti Canggal (732 M)
Prasasti ini dibentuk pada masa pemerintahan Raja Sanjaya yang bermitra dengan pendirian suatu Lingga. Lingga tersebut yakni Lambang dari Dewa Siwa. Sehingga agama yang dianutnya yakni agama Hindu beraliran Siwa.
Prasasti Balitung (907 M)
Prasasti ini yakni prasasti tembaga yang dikeluarkan oleh Raja Diah Balitung. Dalam prasasti itu disebutkan nama raja yang pernah memerintah pada Kerajaan Dinasti Sanjaya.
Kitab Carita Parahyangan 
Dalam hal ini diceritakan mengenai hal ikhwal raja-raja Sanjaya.
Kehidupan Politik
Kerajaan Mataram diperintah oleh raja-raja keturunan dari Dinasti Sanjaya. Raja-raja yang pernah berkuasa di kerajaan Mataram diantaranya:
  • Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya
Menurut Prasasti Canggal (732 M) , Raja Sanjaya yakni pendiri Kerajaan Mataram dari Dinasti Sanjaya. Raja Sanjaya memerintah dengan sungguh adil dan bijaksana sehingga kehidupan rakyatnya terjamin kondusif dan tentram.
Raja Sanjaya meninggal kira-kira pertengahan periode ke-8 M. Ia digantikan oleh Rakai Panangkaran. Berturut-turut penggantian Rakai Panangkaran yakni Rakai Warak dan Rakai Garung.
  • Sri Maharaja Rakai Pikatan

Setelah Rakai Garung meninggal , Rakai Pikatan naik tahta. Untuk menjalankan cita-citanya menguasai seluruh wilayah Jawa Tengah , Rakai Pikatan mesti berhadapan dengan Kerajaan Syailendra yang pada masa itu diperintah oleh Raja Balaputra Dewa. Karena kekuatan Kerajaan Syailendra melampaui kekuatan Kerajaan Mataram , maka jalan yang ditempuh Rakai Pikatan yakni meminang Putri dari Kerajaan Syailendra yang berjulukan Pramodhawardani. Seharusnya Pramodhawardani berkuasa atas Kerajaan Syailendra , tapi ia menyerahkan tahtanya terhadap Balaputra Dewa. 

Bacaan Lainnya
Rakai Pikatan mendesak Pramodhawardani mudah-mudahan mau memukau tahtanya kembali dari Balaputra Dewa , sehingga meletuslah perang saudara. Dalam perang itu , Raja Balaputra Dewa sanggup dikalahkan dan lari ke Kerajaan Sriwijaya. Dengan demikian , kehendak Rakai Pikatan untuk menguasai wilayah Jawa Tengah tercapai.

2. Dinasti Syailendra
Pada pertengahan periode ke-8 M di Jawa Tengah belahan selatan , yakni di kawasan Bagelan dan Yogyakarta , memerintah seorang raja dari Dinasti Syailendra. Pada masa pemerintahan Raja Balaputra Dewa , dipahami bahwa sentra kedudukan Kerajaan Syailendra terletak di kawasan pegunungan di sebelah selatan menurut bukti ditemukannya peninggalan istana Ratu Boko.
Sumber Sejarah
Prasasti-prasasti yang sukses didapatkan diantaranya selaku berikut:
Prasasti Kalasan (778 M)
Prasasti ini menyebutkan mengenai seorang raja dari Dinasti Syailendra yang sukses menunjuk Rakai Panangkaran untuk mendirikan suatu bangunan suci bagi Dewi Tara dan suatu Bihara untuk para pendeta. Rakai Panangkaran kesudahannya menghadiahkan desa Kalasan terhadap Sanggha Budha.
Prasasti Kelurak (782 M) di kawasan Prambanan
Prasasti ini menyebutkan mengenai pengerjaan arca Manjusri yang ialah perwujudan Sang Budha , Wisnu , dan Sanggha , yang sanggup disamakan dengan Brahma , Wisnu , Siwa. Prasasti itu juga menyebutkan nama raja yang memerintah di saat itu yang berjulukan Raja Indra.
Prasasti Ratu Boko (856 M)
Prasasti ini menyebutkan mengenai kekalahan Raja Balaputra Dewa dalam perang kerabat melawan kakaknya Pramodhawardani dan berikutnya melarikan diri ke Sriwijaya.
Prasasti Nalanda (860 M)
Prasasti ini menyebutkan mengenai asal-usul Raja Balaputra Dewa. Disebutkan bahwa Balaputra Dewa yakni putra dari Raja Samarottungga dan cucu dari Raja Indra (Kerajaan Syailendra di Jawa Tengah).
Di samping prasasti-prasasti tersebut di atas , juga terdapat peninggalan-peninggalan berupa candi-candi Budha seumpama Candi Borobudur , Mendut , Pawon , Kalasan , Sari , Sewu , dan candi-candi yang lain yang lebih kecil.
Kehidupan Politik
Pada simpulan periode ke-8 M Dinasti Sanjaya terdesak oleh dinasti lain , yakni Dinasti Syailendra. Peristiwa ini terjadi di saat Dinasti Sanjaya diperintah oleh Rakai Panangkaran. Hal itu dibuktikan lewat Prasasti Kalasan yang meneybutkan bahwa Rakai Panangkaran memperoleh perintah dari Raja Wisnu untuk mendirikan Candi Kalasan (Candi Budha).
Walaupun kedudukan raja-raja dari Dinasti Sanjaya sudah terdesak oleh Dinasti Syailendra , raja-raja dari Dinasti sanjaya tetap diakui kedudukannya selaku raja yang terhormat. Hanya mesti tunduk terhadap raja-raja Syailendra selaku penguasa tertinggi atas seluruh Mataram.
Berdasarkan prasasti yang sudah didapatkan sanggup dipahami raja-raja yang pernah memerintah Dinasti Syailendra , di antaranya:

Raja IndraDinasti Syailendra menjalankan politik perluasan pada masa pemerintahan Raja Indra. Perluasan wilayah ini dtujukan untuk menguasai daerah-daerah di sekeliling Selat Malaka. Selanjutnya , yang memperkokoh pengaruh kekuasaan Syailendra terhadap Sriwijaya yakni alasannya Raja Indra menjalankan perkawinan politik. Raja Indra mengawinkan putranya yang berjulukan Samarottungga dengan putri Raja Sriwijaya.

Raja SamarottunggaPengganti Raja Indra berjulukan Samarottungga. Pada zaman kekuasaannya dibangun Candi Borobudur. Namun sebelum pembangunan Candi Borobudur selesai , Raja Samarottungga meninggal dan digantikan oleh putranya yang berjulukan Balaputra Dewa yang ialah anak dari selir.

Kehidupan Sosial
Kehidupan sosial Kerajaan Syailendra , ditafsirkan sudah teratur. Hal ini dilihat lewat cara pengerjaan candi yang menggunakan tenaga rakyat secara bergotong-royong. Di samping itu , pengerjaan candi ini memamerkan betapa rakyat taat dan mengkultuskan rajanya.
Kehidupan Budaya
Kerajaan Syailendra banyak meninggalkan bangunan-bangunan candi yang sungguh megah dan besar nilainya , baik dari sisi kebudayaan , kehidupan penduduk dan pertumbuhan kerajaan. Candi-candi yang kondang seumpama sudah disebutkan di atas yakni Candi Mendut , Pawon , Borobudur , Kalasan , Sari , dan Sewu.
Nama Borobudur diperkirakan berasal dari nama Bhumi Sambharabudhara. Bhumi Sambhara memiliki arti bukit atau gunung dan Budhara memiliki arti raja. Makara arti dari nama tersebut yakni Raja Gunung , yang serupa artinya dengan Syailendra. Candi Borobudur memiliki suatu metode yang terbagi dalam tiga belahan yakni Kamadhatu , Rupadhatu , dan Arupadhatu.
Untitled 3DAYAK

Seorang pakar sosial budaya yang aktif pada berbagai kegiatan sosial kemasyarakatan. Telah menempuh pendidikan di salah satu universitas swasta terbaik di Indonesia yang mengambil jurusan sosial budaya.

Pos terkait