Kecamatan Tamalate ,
Mariso ,
Wajio ,
Ujung Tanah ,
Tallo Tamalanrea dan
Biringkanaya.
Suku Bugis yakni suku yang tergolong ke dalam suku-suku Deutero – Melayu , atau Melayu Muda. Kata “Bugis” berasal dari To Ugi , yang memiliki arti orang Bugis. Penamaan “ugi” merujuk pada raja pertama kerajaan Tiongkok (bukan negara Tiongkok , namun yang terdapat di jazirah Sulawesi Selatan , di Kecamatan Pammana Kabupaten Wajo) yakni La Sattumpugi.
Mereka menjuluki dirinya selaku To Ugi pengikut La Sattumpugi. La Sattumpugi yakni ayah We Cudai , bersaudara dengan Batara Lattu , ayahanda Sawerigading. Sawerigading yakni suami We Cudai dan melahirkan beberapa anak , tergolong La Galigo yang bikin karya sastra paling besar di dunia.
- Wemang Nriwuk ,
- Luwuk dan
- Tompoktikka.
Luwuk memperoleh kedudukan istimewa kerana ia dianggap selaku pemimpin kerajaan Bugis. Pada periode ke-15 terjadi pergantian di dalam sosio-politik , ekonomi dan agama , disebabkan migrasi penduduk dari pesisir pantai hingga ke tengah hutan belantara dan membuka pemukiman baru. Bidang ekonomi , penanaman padi sawah , pengerjaan besi dan penggunaan kuda diperkenalkan.
- Gowa (Makassar) ,
- Bone dan
- Wajo’.
Kematian Dewaraja , seorang raja Luwuk , membuat perebutan dinasti untuk memerintah Tana Ugi. Gowa bersekutu dengan Bone melawan Luwuk dan sekaligus memiliki pengaruh yang besar atas Sulawesi Selatan.
- pertanian ,
- maritim ,
- lingkungan ,
- redistribusi kapital ,
- keamanan sosial ,
- kehormatan , sampai
- hubungan suami-isteri , dan sebagainya
Mitologi ini mengandung nilai-nilai dan way of life orang Bugis , seperti
- keberanian ,
- kejujuran , dan
- keteguhan. dll
Budaya merantau yang dimiliki orang Bugis didorong oleh impian akan kemerdekaan , yang dalam tradisi Bugis cuma sanggup dicapai dengan jalan merantau
- Siri’ dipergunakan untuk membela kehormatan terhadap orang yang mau merendahkan harga dirinya , sedangkan
- pacce dipakai untuk menolong sesama anggota penduduk yang berada dalam penderitaan.
- siri’ dalam hal pelanggaran susila (misalnya: kawin lari , perzinahan , perkosaan , dan incest)
- siri’ yang berakibat kriminal (menempeleng orang , menghina dengan kata- kata garang sehingga terjadi perkelahian)
- siri’ yang sanggup mengembangkan motivasi untuk melakukan pekerjaan (melihat orang lain berhasil kemudian mengikuti jejaknya)
- siri’ yang memiliki arti malu-malu (sirik-sirik)
Bentuk penghargaan itu dimanifestasikan lewat perilaku budaya ‘sipakatau’ yang artinya saling mengerti dan menghargai secara manusiawi. Dengan pendekatan ‘sikapatau’ maka kehidupan orang Makassar sanggup meraih keserasian , dan memungkinkan kehidupan penduduk berjalan secara masuk akal sesuai harkat dan martabat manusia.
Seluruh perbedaan derajat sosial – turunan darah biru dan rakyat jelata – tercairkan. Yang dinilai atas diri seseorang yakni kepribadiannya. Sikap budaya ‘sikapatau’ dijabarkan dalam konsepsi siri’ na pacce. ‘Sikapatau’ dalam aktivitas ekonomi sungguh mencela adanya aktivitas yang senantiasa hendak ‘annunggalengi’ (egois) , atau memonopoli lapangan hidup yang terbuka.
- panngaderreng (Bugis) atau
- panngadakkang (Makassar).
Sistem susila keramat tersebut didasarkan atas lima unsur pokok , yaitu: Ade’ (Bugis) atau ada’ (Makassar) , yakni unsur dari panganderreng yang berisikan atas:
- Ade’ akkalabinengeng , yaitu norma-norma hal mengenai perkawinan serta kekerabatan kekerabatan. Norma-norma ini kemudian diwujudkan selaku kaidah-kaidah keturunan , etika dalam hal berumah tangga , dan sopan santun pergaulan antara kaum kerabat.
- Bicara , merupakan unsur panngaderreng mengenai semua aktivitas dan konsep-konsep yang bersangkut paut dengan peradilan , kurang lebih sama dengan aturan program , menegaskan mekanisme serta hak-hak dan keharusan seseorang yang mengajukan kasusnya di wajah pengadilan atau yang mengajukan gugatan.
- Rapang , berarti perumpamaan , kias , atau analogi. Sebagai unsur dari panngaderreng , rapang menjaga kepastian dan kesinambungan dari suatu keputusan aturan tak tertulis dari masa lalu hingga kini dengan bikin analogi antara problem yang dihadapi dengan keputusan masa lampau. Rapang juga berupa perumpamaan tingkah laris ideal dalam banyak sekali lapangan hidup , baik kekerabatan , politik , maupun pemerintahan. Selain itu rapang juga berwujud selaku persepsi keramat untuk menangkal langkah-langkah yang bersifat gangguan terhadap hak milik , serta ancaman terhadap keselamatan seseorang warga masyarakat.
- Wari , adalah unsur panngaderreng yang berfungsi mengklasifikasikan banyak sekali benda dan insiden dalam kehidupan manusia. Misalnya untuk memelihara tata susunan dan tata penempatan hal-hal dan benda-benda dalam kehidupan penduduk , jalur dan garis keturunan yang merealisasikan pelapisan sosial , kekerabatan kekerabatan antara raja suatu negara dengan raja-raja dari negara lain , sehingga sanggup diputuskan mana yang bau tanah dan mana yang muda di dalam tata upacara kebesaran.
- Sara , adalah unsur panngaderreng yang mengandung pranata aturan , dalam hal ini merupakan aturan Islam.
Sebaliknya , yakni suatu sanjungan buat mempelai perempuan apabila kandidat pengantin lelaki sudah bergelar haji , dengan demikian dapat menjadi nilai tambah dalam mendapatkan atau menolak suatu lamaran. Akan berat usaha seorang lelaki yang belum haji yang akan meminang seorang hajjah , kecuali lelaki itu mengkompensasikan dengan duit mahar yang tidak sedikit.
- Suku Bugis memiliki bahasa yang dimengerti selaku bahasa Bugis (Ugi) dan
- Suku Makassar memiliki bahasa Mangasara.
Sebuah kabupaten kecil sebelah utara kota Makassar berjulukan Enrekang terbagi atas tiga daerah bahasa , sebelah selatan bahasanya menyerupai bahasa Bugis lantaran memiliki batas dengan daerah suku Bugis , potongan tengah berbahasa daerah sendiri , sementara potongan utara berbahasa daerah yang menyerupai bahasa Toraja lantaran memiliki batas dengan daerah Toraja.
Terdapat tiga lapisan sosial , yaitu:
- Anakarung , kaum kerabat raja
- To-mara-deka , orang merdeka
- Ata , budak yakni orang yang ditangkap dalam pertempuran , orang yang tidak sanggup mengeluarkan duit hutang , atau orang yang melanggar pantangan adat.
- Aassialang marola (Bahasa Bugis) atau passialleang biji’na (Bahasa Makassar) yakni perkawinan antara kerabat sepupu derajat kesatu baik dari pihak ayah atau pun pihak ibu
- Aassialanna memang (Bugis) atau passialleanna (Makassar) yakni perkawinan antara kerabat sepupu derajat kedua , baik dari pihak ayah maupun ibu
- Ripaddeppe’ mabelae (Bugis) atau nipakambani bellaya (Makassar) yakni perkawinan antara kerabat sepupu derajat ketiga juga dari ayah maupun dari ibu
- Perkawinan antara anak dengan ibu atau ayah
- Perkawinan antara saudara-saudara sekandung
- Perkawinan antara menantu dan mertua
- Perkawinan antara paman atau bibi dengan kemenakannya
- Perkawinan antara kakek dan nenek dengan cucu
- Mapucce-pucce (bahasa Bugis) atau akkuisissing (bahasa Makasar): Kunjungan terhadap keluarga si gadis untuk mengusut kemungkinan apakah peminangan sanggup dilakukan.
- Massuro (bahasa Bugis) atau assuro (bahasa Makasar): bila kemungkinan meminang ada , maka dijalankan obrolan waktu janji nikah , jumlah mas kawin , dan belanja pernikahan.
- Madappa (bahasa Bugis) atau ammuntuli (bahasa Makasar): Memberitahu kaum kerabat mengenai perkawinan yang akan datang.
- Pembawa persembahan (erang-erang) untuk pengantin perempuan yang terdiri atas 12 gadis sampaumur (memakai baju bodo kuning) dikawal oleh keluarga pengantin lelaki bersiap menuju kediaman pengantin wanita.
- Pabbajikang: mempertemukan kedua mempelai dalam satu sarung. Salah seorang yang dituakan membimbing kedua mempelai untuk menjamah tubuh tertentu , umpamanya ubun-ubun , pipi , atau bahu. Proses ini disebut Mappasikarawa.
- Passompo: salah seorang anggota keluarga pengantin perempuan yang termuda dipanggul.
Orang ini kalau sudi akan memakai kewibawaannya untuk meredakan kemarahan dari kaum kerabat si gadis dan menyarankan mereka untuk mendapatkan kembali mereka berdua itu selaku kerabat. Kalau ada gejala keluarga si gadis mau mendapatkan mereka kembali selaku kerabat , maka keluarga si lelaki akan mengambil inisiatif untuk mendatangi keluarga si gadis. Penerimaan pihak keluarga si gadis untuk berbaikan kembali dalam bahasa Bugis disebut maddecengan (bahasa Bugis) atau abannji (bahasa Makasar).
- Sao-raja (bahasa Bugis) atau Balla lompo (bahasa Makassar) , yakni rumah yang didiami oleh keluarga kaum bangsawan. Rumah-rumah ini biasanya memiliki tangga dengan ganjal potongan bawah dan atap di atasnya (sapana) , dan memiliki bubungan yang bersusun tiga atau lebih.
- Sao-piti’ (bahasa Bugis) , atau Tarata’ (bahasa Makassar) , bentuknya lebih kecil , tanpa sapana dan memiliki bubungan yang bersusun dua.
- Bola (bahasa Bugis) , atau Balla (bahasa Makassar) , merupakan rumah rakyat pada umumnya. Semua rumah Bugis-Makassar tradisional , memiliki suatu panggung di depan pintu masuk di potongan atas dari tangga.
- Sebuah kampung usang dipimpin oleh seorang matowa (jannang , lompo’ toddo) dengan dua pembatu yang disebut sariang atau parennung.
- Gabungan kampung disebut wanua (bahasa Bugis) dan pa’rasangan atau bori’ (bahasa Makassar).
- Pimpinan wanua disebut arung pailili’ atau sullewatung (bahasa Bugis) dan gallarang atau karaeng (bahasa Makassar).
- Sekarang dalam struktur tata pemerintahan negara Republik Indonesia , wanua menjadi kecamatan.
adalah potongan atas rumah di bawah atap , yang dipakai untuk menyimpan padi dan lain persediaan pangan dan untuk menyimpan benda-benda pusaka.
adalah ruang tempat tinggal , yang terbagi ke dalam ruang-ruang khusus , untuk mendapatkan tamu , untuk tidur , untuk makan dan untuk dapur.
adalah potongan di bawah lantai panggung , dipakai untuk menyimpan alat-alat pertanian dan untuk sangkar ayam , kambing dan sebagiannya. Pada zaman kini , potongan bawah ini sering ditutup dengan dinding , dan sering dipakai untuk tempat tinggal insan pula.
- Sebagai nelayan , mereka sudah memiliki wawasan wacana perbintangan untuk menegaskan arah , dan wawasan alam wacana arah angin
- Sebagai nelayan atau pelaut , mereka sudah memiliki wawasan bagaimana bikin bahtera , bahannya , kayu apa yang mesti dipergunakan dan sebagainya.
- Pengetahuan wacana kelautan , kapan mereka mesti berangkat melaut atau kembali ke daratan.
- Mereka memakai perahu-perahu kecil untuk menunjang aktivitas mereka sehari-hari ,
- Panjala , bahtera khas Bugis dengan panjang 8 meter dan lebar 2 meter
- Jolor , panjangnya 6 meter dan lebarya 1 ,5 meter
- Pinisi berasal dari bahtera Padewakkang , bahtera utama suku Bugis pada periode ke -16.
Perahu jarak jauh Pinisi gres ada pada permulaan periode ke-19. Putera mahkota kerajaan Luwuk yang berjulukan Sawerigading , tokoh legendaris dalam Lontarak I La Galigo diyakini yang pertama kali memakai bahtera yang berskala besar.
- Patoto-e (Dia Yang Menentukan Nasib) ,
- Dewata Seuwa-e (Dewa Yang Tunggal) ,
- Turie a’rana (Kehendak Yang Tertinggi).
Sisa-sisa keyakinan usang menyerupai ini masih terlihat pada orang To Lotang di Kabupaten Sidenrang-Rappang dan pada orang Amma-Towa di Kajang , Kabupaten Bulukumba.
Bissu yakni calabai , ia tak boleh bermitra seks , mesti menjaga kesucian lantaran ia yakni penghubung insan dengan dewa. Penampilannya feminin-maskulin , dengan make up lengkap menyerupai perempuan , tetapi menenteng badik.
Konon kerabat kembar Sawerigading , yakni We Tanriabeng , yakni seorang Bissu. Pada zaman DII/ TII , mereka yakni sasaran tembak kalangan Kahar Muzakkar yang menilai Bissu selaku penyembah berhala. Hal yang serupa terulang tahun 1965 lantaran Bissu dianggap tak beragama.
- Prosesi Madduik , menjaga kelestarian dan keutuhan rumah susila , diiringi dengan kesenian penduduk karampuang menyerupai Mappadekko , Elong Poto , Buruda’ dan Sikkiri
- Ma’Rimpa Salo (‘Menghalau ikan di sungai’) Manivestasi dari rasa syukur atas kesuksesan panen ikan dan panen padi
- Ritual Palili , selaku tanda mulai menjalankan sawah
- Cotto Makassar , yang dibikin dari isi perut dan daging sapi. Dihidangkan dengan ketupat
- Sup konro: daging sapi dengan kuah yang diberi keluwak. Dimakan dengan ketupat
- Es Pallu Butung: Pisang diiris diolah dengan santan , tepung , gula pasir , vanili dan sedikit garam. Disajikan dengan es serut dan sirop merah (sirop pisang Ambon).
- Barongko: masakan epilog yang dibentuk dari pisang kepok , ditambah buah nangka dan kelapa muda , yang dikemas dengan daun pisang dan dikukus.
- Tari Gandrangbulo: berupa teater tradisional
- Tari Pakarena: menggambarkan cerita mistis perpisahan antara penghuni boting langi (kahyangan) dengan penghuni boting lino (bumi) pada jaman purba. Sebelum detik-detik perpisahan , penghuni boting langi mengajari penghuni boting lino mengenai tata cara hidup , bercocok tanam , beternak , berburu , lewat gerakan tangan dan kaki. Dahulu Tari Pakarena ini dipertunjukkan di Istana , tetapi dalam perkembangannya tari ini lebih memasyarakat.
- Tari Patenun: menggambarkan cara menenun kain sutera
- Tari Paraga: dimainkan oleh belum dewasa sampaumur untuk menyampaikan kepiawaiannya dalam memainkan bola yang yang dibikin dari rotan. Permainan ini juga untuk menawan perhatian gadis-gadis remaja.
- Songko’ure cak: topi selaku simbol status sosial
- Upa sa’be (sarung sa’be)
- Baju bodo
- Lipa sa’be (Satrung sa’be) , yang dibikin dari sutera
- Perhisan pada kepala , dan gelang
- Badik Sari
- Badik Makassar: bilah pipih , battang (perut) buncil dan tajam , ujung runcing
- Badik Bugis: bilah pipih , ujung runcing dan agak melebar
- Sistem budaya orang Bugis – Makassar terkandung dalam legenda I La Galigo
- Falsafah hidupnya terkandung dalam rancangan Siri’ Na Pacce’ , Sikapatau
- Kultur haji juga mempengaruhi metode sosial masyarakatnya
- Sebagai pelaut yang handal mereka menguasai ilmu kelautan dan teknologi perkapalannya
- Perekonomiannya sebagian besar ditopang oleh mata pencahariannya yang ada keterkaitannya dengan kelautan
Buku BAHAN AJAR BUDAYA NUSANTARA , Oktober 2011 , Dr. Woro Aryandini , SS , MSi dan tim

Seorang pakar sosial budaya yang aktif pada berbagai kegiatan sosial kemasyarakatan. Telah menempuh pendidikan di salah satu universitas swasta terbaik di Indonesia yang mengambil jurusan sosial budaya.