A. Letak Geografis dan Identifikasi Etnis
![]() |
Urang banjar Sumber: deutromalayan.blogspot.co.id |
Suku Banjar menempati sebagian besar Propinsi Kalimantan Selatan , sebagian Propinsi Kalimantan Timur , dan sebagian Propinsi Kalimantan Tengah , utamanya kawasan dataran dan potongan hilir dari Daerah Aliran Sungai (DAS) di wilayah tersebut. Mereka yang ialah penduduk sebagian besar wilayah Kalimantan Selatan , berasal dari kawasan Banjar , yakni wilayah inti dari Kesultanan Banjar , meliputi
DAS Barito potongan hilir ,
DAS Bahan (Negara) ,
DAS Martapura dan
DAS Tabanio.
Kesultanan Banjar sebelumnya termasuk wilayah Propinsi Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah , yang kemudian terpecah menjadi Kerajaan Kotawaringin di sebelah barat , dan Kerajaan Tanah Bumbu di sebelah timur.
Daerah lembah sungai-sungai yang berhulu di Pegunungan Meratus ini tampaknya wilayah pemukiman pertama penduduk Banjar yang berintikan penduduk asal Sumatra atau kawasan sekitarnya , yang membangun tanah air gres di kawasan ini. Mereka kemudian bercampur dengan penduduk yang lebih orisinil yakni Suku Dayak , dan imigran dari Jawa , sehingga terbentuklah setidaknya tiga sub-suku , yakni (Banjar) Pahuluan , (Banjar) Batang Banyu , dan (Banjar) Kuala.
B. Sistem Budaya
1. Kesadaran maritim
Suku Banjar ditandai dengan kebudayaan sungai , yang nyaris sama dengan kebudayaan air atau kebudayaan pantai , yang mempunyai kesadaran kokoh atas kepemilikan maritim (lautan) , dan agak mengabaikan kepemilikan tanah
2. Gotong Royong
Terdapat ungkapan yang cukup terkenal , misalnya: “Gawi Sabumi Sampai Manuntung” ( ‘karja bareng hingga tuntas’) , “Waja Sampai Kaputing” (‘kerja bareng dari permulaan hingga akhir’) , “Kayuh Baimbai” (‘dayung secara serempak’). Maksudnya dalam mengerjakan pekerjaan hingga selesai dengan bergotong royong.
Gotong royong banyak terjadi dalam upacara adat dan upacara keagamaaan , umpamanya dalam Upacara Manyanggar Banua , yakni upacara menampilkan aneka ragam sesajen secara tolong-menolong , mulai pemimpin hingga rakyat jelata , baik kaum miskin maupun kaum kaya , orangtua ataupun belum dewasa , lelaki maupun perempuan , ikut hadir dengan kiprah masing-masing.
3. Persamaan Jender
Orang Banjar dari dahulu hingga kini tidak membedakan kedudukan lelaki dengan perempuan. Disebutkan dalam Legenda Lambung Mangkurat , sudah hidup seorang ratu berjulukan Junjung Buih yang memerintah Kerajaan Negara Dipa di kawasan Amuntai (Hulu Sungai Utara) , sejajar kedudukannya dengan Mpu Jatmika , Lambung Mangkurat , dan Pangeran Suryanata.
Yang menjadi ulama besar tidak hanya lelaki tetapi juga perempuan , umpamanya Syarifah dan Fatimah , dalam masa pemerintahan Sultan Tahmidullah II. Dalam Perang Banjar terdapat jagoan perempuan , yakni Ratu Zaleha , yang gigih melawan penjajah Belanda (melanjutkan usaha Pangeran Antasari) , dan Nyai Salamah , ibunya.
4. Demokrasi
Musyawarah untuk mufakat dirumuskan dengan motto: “ Lamun tanah banyu kuhada dilincai urang , jangan bacakut papandaan “(Jika Tanah Air tidak mau dijajah orang , jangan berantem di antara kita) , Untuk meraih tujuan yang sudah dirumuskan , dipahami motto “ Haram manjarah , waja hingga kaputing” (Perjuangan yang tak mengenal mengalah , dengan tekad baja hingga akhir).
Nilai-nilai demokrasi terlihat di saat Sultan Suriansyah (1526-1543) selaku raja pertama Kerajaan Banjar dalam mengendalikan pemerintahannnya. Untuk jabatan Patih dan Mangkubumi , Sultan tidak menentukan dari golongan aristokrat , melainkan diambil dari Urang Jaba (rakyat biasa) yang piawai , mempunyai kesanggupan dan pengabdian yang tinggi kepada kerajaan. Orang pertama yang diseleksi kerajaan atas kehendak rakyat biasa yakni Patih Masih , seorang anak nelayan di tepian Sunagi Martapura , tepatnya di kawasan Kuin.
Kerajaan Banjar juga mempunyai forum perwakilan yang disebut Dewan Musyawarah. Dewan ini berfungsi untuk membicarakan masalah-masalah agama Islam. Dewan Musyawarah mengerjakan rapat untuk menegaskan hasil musyawarah secara demokratis. Di dalamnya yang berperan yakni Mangkubumi , Dipati , Jaksa , Khalifah , dan Penghulu. Yang disebut terakhir inilah yang bertugas memimpin obrolan dalam rapat.
C. Sistem Sosial
Nama Banjar diperoleh sebab mereka dahulu – sebelum dihapus pada tahun 1860 , yakni warga Kesutanan Banjarmasin atau disingkat Banjar , sesuai dengan nama ibukotanya pada awalnya berdiri. Ketika ibukota dipindahkan ke arah pedalaman , terakhir di Martapura , nama tersebut tampaknya sudah baku atau tidak berubah lagi.
Hubungan dengan orang Dayak dilestarikan dengan banyaknya wanita-wanita Dayak yang menjadi permaisuri raja-raja Banjar.
D. Kebudayaan Fisik
1. Bahasa
Bahasa yang dipakai oleh penduduk Banjar yakni Bahasa Banjar , dengan elemen bahasa Melayu sungguh secara biasa dikuasai , kemudian ada unsur Bahasa Jawa dan bahasa Ngaju (Dayak). Kata ‘Banjarmasih’ yang kini menjadi Banjarmasin berasal dari unsur Bahasa Melayu yakni ‘banjar’ yang mempunyai arti ‘kampung’ dan kata ‘masih’ yakni istilah perkampungan orang Melayu dalam ucapan Bahasa Ngaju. Kata Banjarmasih inilah yang kemudian menjadi Banjarmasin.
2. Sistem Organisasi Sosial
Kerajaan
Salah satu metode organisasi sosial yang tertua di Banjar yakni berdirinya suatu kerajaan. Sebuah kerajaan tidak hanya kokoh secara politis , tetapi juga secara sosioalogis , etnis , dan religi. Sebelum berdirinya Kesultanan Banjar , ada beberapa dinasti kerajaan yang seluruhnya beragama Hindu , yaitu:
- Keration I disebut Kerajaan Kuripan / Kerajaan Tanjung Puri
- Keraton II disebut Kerajaan Negara Dipa
- Keraton III disebut Kerajaan Negara Daha
- Keraton IV disebut Kesultanan Banjar
Keraton IV inilah yang disebut Kesultanan Banjar , dengan raja pertamanya Pangeran Samudera (Sultan Suriansyah). Dalam suatu pertempuran , Banjar memperoleh pemberian dari Kerajaan Demak , dengan syarat rajanya mau masuk Islam. Sejak di saat itulah kerajaan di Banjar menjadi kerajaan Islam.
Perkawinan
Proses menuju suatu perkawinan yakni selaku berikut:
- Basasuluh: proses penelusuran pemberitahuan perihal seorang gadis yang dilaksanakan secara rahasia oleh pihak pria
- Badatang: program meminang secara resmi
- Maantar jujuran ( Maantar patalian): menampilkan ‘jujuran’ atau ‘patalian’ selaku tanda bertunangan
- Bapingit: kandidat mempelai perempuan ‘dikurung’ untuk beberapa hari:
- Batamat Quran: kandidat mempelai perempuan ‘diuji’ lewat prosesi menamatkan pembacaan Al Quran.
- Bakasai dan batimung: perawatan dan pemberihan diri kandidat pengnti perempuan Bakasai: perawataan khusus menggunakan ramuan khusus berupa ‘kasai’ Batimung: ritual mandi uap air wewangian.
- Bapacar atau bainai: ritual mempercantik kuku dengan pacar atau inai.Badudus: prosesi mandi untuk menyucikan diri
- Akad Nikah dan Kawin:
- Akad Nikah dilaksanakan di depan penghulu
- Kawin: mengirim pengantin lelaki ke tempat tinggal pengantin wanita
- Manurunkan pengantin: pengantin lelaki turun keluar rumah
- Maarak pengantin: pengantin lelaki dibawa ke tempat tinggal pengantin wanita
- Batatai pengantin: kedua mempelai duduk bersanding
Kekerabatan
Masyarakat Banjar mengenal ungkapan tertentu selaku panggilan dalam keluarga. Skema di bawah ini berpusat dari Ego selaku penyebutnya:
![]() |
skema panggilan dalam keluarga |
Bagi Ego juga terdapat panggilan untuk kerabat dari ayah atau ibu. Saudara tertua disebut Julak , kerabat kedua disebut Gulu , kerabat tengah disebut Angah , kerabat yang lain biasa disebut Pakacil (paman) , dan Makacil (bibi). Untuk mengundang kerabat dari Kai dan Nini sama.
3. Sistem Pengetahuan
Karena metode budaya penduduk Banjar yakni budaya pantai , budaya maritim , mereka pasti menguasai ilmu kelautan , ilmu pasang surut air sungai , ilmu pengerjaan bahtera , dan ilmu perbintangan , disamping ilmu pengerjaan rumah yang mesti teletak agak tinggi dari daratan.
Disamping itu adanya barang tambang berupa intan , mereka mempunyai wawasan bagaimana cara-cara memperoleh intan yang terkandung dalam buminya. Jenis rumah yang ditinggali seseorang menampilkan statusnya dalam masyarakat
4. Sistem Teknologi
a. Tempat Tinggal
Rumah adat
![]() |
Gbr ilustrasi Rumah Bubungan Tinggi Sumber: gorden313.yolasite.com |
Rumah adat Banjar ada berbagai macam , tetapi yang paling menonjol yakni Rumah Bubungan Tinggi yang ialah tempat kediaman raja (keraton). Kedudukannya dalam masyarakat.
Jenis – jenis rumah Banjar antara lain:
- Rumah Bubungan Tinggi
- Rumah Gajah Baliku , kediaman kerabat bersahabat raja
- Rumah Gajah Manyusu , kediaman para bangsawan
- Rumah Balai Laki , kediaman menteri dan punggawa
- Rumah Balai Bini , kediaman perempuan keluarga raja dan inang pengasuh
- Rumah Palimbangan , kediaman alim ulama dan saudagar
- Rumah Palimasan ((Rumah Gajah) , tempat menyimpan barang berharga
- Rumah Cacak Burung ( Rumah Anjang Surung) , kediaman rakyat biasa
- Rumah Tadah Alas
- Rumah Lanting , rumah di atas air
- Rumah Joglo Gudang
- Rumah Bangun Gudang
Ciri arsitektur rumah adat:
- terbuat dari kayu
- rumah panggung
- bersifat simetris
- sebagian mempunyai anjung agak ke belakang
- atap rumah dari kayu ulin atau rumbia
- memiliki dua tangga , anak tangganya berjumlah ganjil (tidak genap)
- lawang (pintu) dua buah , depan dan belakang , terletak di tengah
- ada tawing halat (dinding pembatas) antara panampak basar dan palidangan
Rumah Bubungan Tinggi Terbuat dari kayu. Tata ruangnya terdapat tiga jenis , yakni ruang terbuka , setengah terbuka , dan ruang dalam , yang masing-masing mempunyai fungsi
b. Sistem Transportasi
Jukung Banjar ialah alat transportasi khas Kalimantan. Ciri khasnya terletak pada teknik pembuatannya yang menjaga metode pembakaran pada rongga batang kayu bundar yang mau dibentuk menjadi jukung.
Jenis jukung adalah: Jukung Sudur , Jukung Patai , dan Jukung Batambit. Jenis bahtera yang lain yakni Penes dan Kelotok.
c. Sistem penelusuran intan
Cara-cara mencari intan di tempat penambangan intan yang biasanya ada di fatwa sungai. Mereka mengambil dari dasar sungai apa saja yang ada , kemudian mengayaknya dan mencari bebatuan yang mengandung intan.
5. Sistem Ekonomi
Pasar Terapung
Pusat perekonomian dan acara penduduk lebih secara biasa dikuasai di sungai. Pada tahun 1526 Sultan Suriansyah mendirikan kerajaan di tepi sungai Kuin dan Barito , yang kemudian menjadi cikal bakal kota Banjarmasin. Di tepian sungai ini pula sentra jual beli tradisional mulai meningkat , menjadi sentra acara ekonomi yang kini lebih terkenal dengan ungkapan pasar terapung. Selain di Muara Kuin , Banjarmasin , pasar terapung lainya sanggup dijumpai di Lok Baintan yang berada di atas Sungai Martapura. Pasar terapung ini tidak sepopuler Muara Kuin , Banjarmasin , sebab lokasinya cukup jauh dari sentra kota.
Mencari Intan
Intan ialah komoditas ekonomi yang cukup berharga. Meskipun tidak setinggi berlian , tetapi cukup tinggi jikalau ketimbang komoditas yang lain , umpamanya hasil penangkapan ikan maupun hasil pertanian. Intan akan diasah lagi , dengan teknologi tertentu akan menjadi berlian yang harganya amat mahal.
6. Sistem Religi
Masyarakat Banjar mayoritas memeluk agama Islam sekitar 89% , disusul dengan Katolik Protestan dan Katholik 1 ,2 % , Buddha 0 ,42% , dan Hindu 0 ,11%. Pemeluk agama Islam diperkirakan sudah ada sebelum keraton dibangun di Banjarmasin , tetapi pengislaman secara massal disangka terjadi sehabis raja , yakni Pangeran Samudera yang memperoleh pemberian dari Kerajaan Demak di saat menghalau pamannya dari Kerajaan Daha , yang kemudian dilantik menjadi Sultan Suriansyah memeluk agama Islam disertai kerabat dan rakyatnya. Memeluk agama Islam ialah kebanggan tersendiri , setidak-tidaknya dahulu , sehingga di golongan penduduk Dayak dibilang selaku ‘babarasih’ (membersihkan diri) , di samping menjadi oarang Banjar
7. Kesenian
Seni Tari
yang dikembangkan di lingkungan istana
ditandai dengan nama ‘Baksa’ , (yang berasal dari bahasa Jawa ‘beksan’ yang membuktikan kehalusan gerak). Tari ini sudah ada semenjak jaman Hindu , tetapi gerakan dan busananya sudah diubahsuaikan dengan keadaan cukup umur ini. Contohnya adalah:
- Tari Baksa Kembang (untuk menyambut tamu agung) ,
- Tari Baksa Panah ,
- Tari Baksa Dadap ,
- Tari Baksa Lilin , dan
- Tari Baksa Tameng.
yang dikembangkan oleh rakyat ,
antara lain:
- Tari Radap Rahayu ,
- Tari Kuda Kepang ,
- Tari Japin (Jepen) ,
- Tari Tirik , dan Tari
- Gandut.
Seni karawitan dan wayang
Merupakan dampak dari kebudayaan Jawa , berupa:
- Gamelan Banjar
- Wayang kulit Banjar
- Wayang Gung atau Wayang Gong (wayang orang model suku Banjar)
Kerajinan Tangan
- Anyaman: dari materi rotan (berupa tas dan kopiah) , dan bambu
- Seni ukir: terdiri atas tatah surut (dangkal) dan tatah babuku (utuh) , yang dipraktekkan pada kayu dan kuningan. Ukiran kayu dipraktekkan pada alat-alat rumah tangga , potongan rumah dan masjid , potongan bahtera , potongan cungkup makam. Ukiran kuningan dipraktekkan padabenda kuningan seperti: cerana , perapian , cerek , sasanggan , meriam kecil , dan yang semacam itu. Motif gesekan antara lain berupa: pohon hayat , pilin ganda , swastika , tumpal , kawung , geometris , bintang , kaligrafi , motif Arabes dan Turki.
Seni lukisan kaca:
berkembang pada tahun lima-puluhan , akhirnya berupa lukisan buroq , Adam dan Hawa dengan buah kholdi , kaligrafi masjid , dan yang semacam itu. Ragam hiasnya banyak dipraktekkan pada perabot rumah tangga berupa tumpal , swastika , geometris , fayuna dan flora.
Seni teater dan tutur
- Lamut: Lamut yakni nama tokoh sesepuh dan panutan , seumpama halnya Semar dalam dongeng wayang Jawa. Pendapat lain , ‘lamut; serasal dari bahasa Arab ‘laa mauta’ (tidak mati). Syair yang disampaikan berupa suatu dongeng atau dongeng. Lamut lebih mengarah pada seni teater dengan adanya pemain dan tokoh cerita.
- Madihin: berasal dari kata ‘madah’ , sejenis puisi usang dalam bahasa Indonesia , atau dari kata mamadahi (bahasa Banjar) yang mempunyai arti memberi nasehat. Sering liriknya mengandung humor segar.
- Mamanda: ialah seni teater tradisional suku Banjar
- Paribasa Banjar
- Pantun
Seni Pencak Silat
- Kuntau banjar
Makanan khas
- Soto Banjar
- Ikan Patin
- Kue Bingka
- Kue Lam , rasa dan bentuknya seumpama dengan Lapis Legit
- Ketupat Kandangan
- Mandai: kulit cempedak potongan kulit berduri dibuang , dibersihkan kemudian dibubuhi garam seperlunya , kemudain diperam di tempat tertutup. Setelah pemeraman , maka kulit cempedak yang sudah menjadi luna , menjadi mandai , siap diolah menjadi lauk , kawan makan nasi.
Catatan
- Orang Banjar mempunyai kebudayaan sungai dan maritim , sehingga wawasan ihwal sungai , ihwal bahari dengan segala aspeknya dikuasainya.
- Sungai dimanfaatkan untuk transportasi maupun , – yang lebih khusus lagi – , yakni untuk tempat melalukan aktivitas ekonomi.
- Hubungannya dengan Kerajaan Demak di masa lalu memicu penduduk Banjar nyaris seluruhnya memeluk agama Islam , sehingga kebudayan yang berciri Islam juga dianut orang Banjar.
- Terdapat nilai budaya yang mengatakan ihwal persamaan gender , gotong royong , dan demokrasi.
Sumber:
Buku BAHAN AJAR BUDAYA NUSANTARA Oleh: WORO ARYANDINI DAN TIM

Seorang pakar sosial budaya yang aktif pada berbagai kegiatan sosial kemasyarakatan. Telah menempuh pendidikan di salah satu universitas swasta terbaik di Indonesia yang mengambil jurusan sosial budaya.