Sejarah Dan Budaya: Kebudayaan Bali

Gambar Gravatar
Untitled 6
A. Letak Geografis
Untitled 6
gbr ilustrasi: Tugu Perjuangan Rakyat Bali
Sumber: balidenpasartourism.com
Sebelah utara : Laut Bali
Sebelah timur : Selat Lombok/Provinsi Nusa Tenggara Barat
Sebelah selatan : Samudera Indonesia
Sebelah barat : Selat Bali/Provinsi Jawa Timur
Letak astronomi Pulau Bali yakni 80 3’ 40” – 80 50’ 48” Lintang Selatan dan 1140 25’53” – 1150 42’ 40” Bujur Timur.
Posisi astronomi tersebut cukup baik bagi para petani Bali untuk bercocok tanam , lantaran curah hujan cukup memadai. Adapun topografi pulau Bali , terlihat terhampar pegunungan dari serpihan barat ke serpihan timur , di antaranya terdapat gunung berapi yakni Gunung Agung dan Gunung Batur. Sedangkan gunung yang tidak berapi yakni Gunung Serayu , Gunung Patas dan Gunung Merbuk. Empat buah danau makin memperindah alam Bali yang religius yakni Danau Beratan , Danau Buyan , Danau Tamblingan dan Danau Batur.
B. Sistem Budaya
Mereka merupakan golongan insan yang terikat oleh kesadaran akan kesatuan kebudayaannya , yang terintegrasi dalam agama Hindu. Dapat dibilang terjadi semacam simbiosa mutualis antara agama Hindu dengan budaya Bali , sehingga terlahirlah agama Hindu Bali seumpama yang kita kenal sampaumur ini.
C. Sistem Sosial
Sistem pelapisan penduduk didasarkan menurut garis patrilineal. Pelapisan/kasta terbagi atas empat tingkatan menurut kitab suci agama Hindu:
1. Bhrahmana (di Bali menjadi Brahmana)
2. Ksatrya (di Bali menjadi Satria)
3. Vaisya (di Bali menjadi Waisya)
4. Sudhra (di Bali menjadi Sudra)
Tiga kasta teratas yakni Brahmana , Satria , Waisya disebut “Tri Wangsa“. Sedangkan kasta terbawah yang disebut Jaba.
D. Kebudayaan Fisik
1. Bahasa
Bahasa Bali yakni Bahasa Austronesia dari cabang Sundik dan lebih spesifik dari anak cabang Bali – Sasak. Di Bali sendiri , Bahasa Bali memiliki tingkatan penggunannya , misalnya: Bali Alus , Bali Madya dan Bali Kasar.
Bahasa Bali banyak terpengaruh oleh bahasa Jawa. Bahasa Bali Alus yang disebut Basa Bali Alus Mider seumpama dengan Bahasa Jawa Krama
2. Sistem Organisasi Sosial
a. Lembaga Kemasyarakatan
Dapat dibagi menjadi beberapa golongan yang melembaga dalam forum tradisional , yakni desa , banjar , subak , saka/sekaha , gotong royong. Desa didasarkan atas kesatuan tempat. Banjar yakni desa adat. Subak yakni organisasi metode pengairan. Seka/Sekaha yakni organisasi yang bergerak dalam lapangan hidup khusus. Gotong Royong yakni koordinasi dalam penduduk desa.
b. Sistem Kekerabatan
Klen (Clan) yang sering pula disebut “kerabat luas” atau “keluarga besar”. Klen merupakan sebuah kesatuan keturunan (genealogis) , kesatuan keyakinan (religiomagis) dan kesatuan etika (tradisi) , merupakan metode sosial yang menurut ikatan darah atau keturunan yang serupa baik lewat garis ayah (patrileneal) maupun garis ibu (matrilineal).
c. Sistem Perkawinan
Dalam etika usang perkawinan dipengaruhi metode klen (dadia) dan sitem kasta (wangsa). Perkawinan sedapat mungkin dijalankan di antara warga se-klen atau setidak-tidaknya antara orang-orang yang dianggap sederajat dalam kasta. Hal ini disebut indogami.
1) Beberapa keunikan dalam perkawinan penduduk Bali:
a) Perkawinan yang dicita-citakan yakni perkawinan antara belum dewasa dari dua orang kerabat laki-laki.
b) Dahulu anak perempuan dari kasta tinggi jangan hingga kawin dengan lelaki yang lebih rendah derajat kastanya. Yang melanggar akan buang (maselong) untuk beberapa lama.
c) Perkawinan bertukar: antara kerabat perempuan suami kawin dengan kerabat lelaki dari isteri (makedengan ngad) yakni pantang , lantaran perkawinan demikian itu dianggap menghadirkan kejadian (panes).
d) Perkawinan yang pantang adalah:
   (1) Perkawinan seorang ayah dengan anak kandungnya
   (2) Perkawinan dengan kerabat sekandungnya atau kerabat tirinya
   (3) Perkawinan dengan keponakannya
Seseorang sanggup menerima seorang isteri dengan dua cara , dengan cara meminang (memadik , ngidih) atau dengan cara melarikan seorang gadis (mrangkat , ngrorod). Kedua cara itu sanggup dijalankan lantaran menurut adat.
2) Penentuan garis keturunan dan hak waris 
ditentukan oleh tempat di mana suami-isteri itu menetap sehabis menikah , ada tiga cara:
  • virilokal: komit ditempat tinggal di kompleks perumahan (uma) orang renta si suami; keturunan lelaki , mereka akan dipertimbangkan secara patrilineal (purusa) , menjadi warga dari dadia (si suami) dan mewarisi harta pusaka
  • neolokal; Mencari atau membangun rumah baru
  • uxorilokal: Berdiam di kompleks perumahan dari si isteri (ngeburia); garis keturunan akan dipertimbangkan secara matrilineal. Keturunannya akan menjadi warga dadia si isteri. Dalam hal ini kedudukan si isteri selaku sentana (pelanjut keturunan).
d. Pemberian nama
Mereka nama belum dewasa mereka , menurut urutan kelahirannya:
  • Wayan atau Putu atau Gede , yakni nama untuk anak pertama
  • Made atau Kadek atau Nengah , yakni nama untuk anak nomor dua
  • Nyoman atau Komang , yakni nama untuk anak nomor tiga
  • Ketut , yakni nama anak nomor empat
Apabila kemudian lahir belum dewasa nomor 5 , nomor 6 , nomor 7 dan nomor 8 , maka nama-nama belum dewasa itu urutan namanya seumpama pada nomor 1 , nomor 2 , nomor 3 dan nomor 4.
3. Sistem Pengetahuan
a. Dewi Saraswati 
merupakan pelindung/pelimpah wawasan , kesadaran (widya) dan sastra. Pada hari Raya Saraswati , semua pustaka , lontar , dan alat-alat tulis untuk pedoman agama dibersihkan , dan dikontrol pada sebuah tempat di pura , di pamerajaan atau di bilik untuk di upacarai. Perayaan Saraswati juga dijalankan dengan Mesambang Semadhi , yakni semadhi di tempat yang suci di malam hari , atau melaksanakan pembacaan lontar dengan tujuan mendapatkan pencerahan.
b. Makrokosmos (alam semesta) 
terdiri atas pancamahabhuta , yakni tanah , air , api , angin , dan udara (eter , ruang hampa) , demikian pula mikrokosmos. Ketika insan meninggal , beliau diaben , yakni untuk mempercepat pancamahabhuta yang ada di tubuh insan kembali ke alam semesta.
c. Kalender Bali (Pawukon) 
berdasar legenda Raja Watugunung. Satu tahun terjadi selama 210 hari.
4. Sistem Teknologi
Metodologi Arsitektur dan Bangunan Tradisional Bali berdasar aturan Kosala Kosali yang menampung aturan mengenai pembuatan/pembangunan rumah (puri) dan pembangunan tempat ibadah (pura) ,
5. Sistem Ekonomi
Ekonominya berdasar pertanian , peternakan , perikanan , dan pariwisata. Pembangunan ekonomi Bali diupayakan dengan mempekerjakan potensi dan sumber daya dan sumber daya manusia.
6. Sistem Religi
Hindu Dharma yakni agama yang dianut 95% dari jumlah penduduk Bali , sedangkan yang 5% yakni penganut agama Islam , Katolik , Katholik , Budha dan Kong Hu Cu. Tujuan hidup pedoman Hindu yakni untuk meraih keseimbangan dan kedamaian lahir dan batin. Dalam upaya untuk meraih tujuan itu , penduduk Hindu mewujudkannya lewat Tattwa , Susila dan Upacara.
a. Tattwa (filosofi) 
dibagi menjadi 5 keyakinan utama , disebut Panca Graha yakni lima keyakinan yang mendasar , ialah:
1) Brahman , yakni yakin terhadap adanya Sang Hyang Widhi Wasa atau Tuhan Yang Maha Esa
2) Atman , yakin akan eksistensi atman (roh)
3) Samsara , yakin akan adanya kelahiran kembali atau re-inkarnasi
4) Karma Phala , yakni yakin terhadap adanya aturan lantaran akibat
5) Moksa , yakni yakin terhadap kemungkinan menyatunya atman dengan Tuhan.
b. Susila (Etika)
Ajaran ini menekankan terhadap tiga cara bertingkah yang bagus , yang disebuat Tri Kara Parisudha:
1) Manacika Parisudha (berfikir yang bagus dan positif)
2) Wacika Parisudha (berkata yang bagus dan jujur)
3) Kayika Parisudha (berbuat yang baik)
Di samping itu , pedoman Hindu juga menginginkan penerapan “Tat Wan Asi” dalam hidup sehari-hari , yakni “Engkau yakni saya juga” dengan kata lain “ Kita mesti mencicipi apa yang dicicipi orang lain”.
c. Upacara (yadnya , korban suci). 
Upacara ini ditujukan terhadap lima aspek:
  1. Dewa Yadnya , yakni terhadap Ida Sang Hyang Widi Waca , beserta para Dewa (Bathara).
  2. Pitra Yadnya , yakni yang ditujukan terhadap roh leluhur (Yadnya sehabis kematian).
  3. Rsi Yadnya , yakni bagi para Rsi atau orang yang disucikan.
  4. Manusia Yadnya , yakni bagi umat insan sejak lahir (bayi dalam kandungan) hingga perkawinan.
  5. Bhuta Yadnya , yakni untuk menghilangkan pengaruh-pengaruh alam yang negatif tergolong dunia supranatural.
Agama Hindu Dharma yakni agama yang yakin terhadap Sang Hyang Widhi Wasa , Sang Hyang Tunggal atau Yang Maha Esa , Sang Hyang Cintya. Dewa (Bathara) dalam agama Hindu Dharma hanyalah manifestasi dari Tuhan yang Acintya. Kata Dewa berasal dari bahasa Sanskerta Div yang berarti sinar suci. Sedangkan Bathara berasal dari Bhatr berarti Pelindung.
Dewa ataupun Bathara sering dimunculkan di Bali yakni Tri Murti , yaitu:
  • Brahma , manifestasi Tuhan selaku pencipta alam semesta dengan segala isinya
  • Wisnu , manifestasi Tuhan selaku pemelihara ciptaannya
  • Siwa , manifestasi Tuhan selaku pelebur segala sesuatu sehabis suasana , keadaan dan waktunya tiba.
Di Bali Pendeta itu biasanya diseleksi dari Golongan Brahmana yang dapat untuk memimpin upacara besar. Sedangkan Pemangku bertugas untuk menjaga. Kitab suci agama Hindu yakni Weda yang berasal dari India , tetapi yang hingga di Bali yakni Catur Weda dan Weda Qirah , yang hingga di sekarang ini masih dipakai.
Pemangku atau Pendeta memimpin upacara , tergolong di dalam menjalankan kewajibannya. Di samping kitab suci Weda , di dalam pedoman Hindu dimengerti kitab-kitab: Purana , yang membicarakan moralitas. Mahacarita , seumpama Mahabaratha dan Ramayana dalam bentuk dongeng topeng , drama , opera , ballet , merupakan pengungkapan pedoman agama Hindu.
d. Tri Hitakarana
Istilah Tri Hita Karana pertama kali timbul pada tanggal 11 November 1966 di saat diselenggarakan Konferensi Daerah I Badan Perjuangan Umat Hindu Bali bertempat di Perguruan Dwijendra Denpasar. Diadakan berlandaskan kesadaran umat Hindu akan dharmanya untuk berperan serta dalam pembangunan bangsa menuju masyakat sejahtera , adil dan sejahtera Pancasila. Kemudian perumpamaan TriHita Karana ini meningkat meluas dalam masyarakat.
Secara leksikal Tri Hita Karana berarti Tiga Penyebab Kesejahteraan , yang bersumber pada keselarasan relasi antara:
  • Manusia dengan Tuhannya (Parahyangan) , diwujudkan dengan Dewayadnya;
  • Manusia dengan alam lingkungannya (Palemahan) , diwujudkan dengan Bhuta Yadnya;
  • Manusia dengan sesamanya (Pawongan) , diwujudkan dengan Pitra , Resi Manusayadnya.
e. Hari Raya
Upacara piodalan
Setiap pura di Bali baik yang besar maupun yang kecil , tergolong pura keluarga memiliki hari tertentu untuk upacara piodalannya. Piodalan itu dirayakan setiap 210 hari menurut Kalender Bali. Karena demikian banyaknya pura di Bali , sehingga nyaris saban hari ada upacara piodalan. Ada juga hari raya yang berjalan serentak di seluruh Bali seumpama Galungan , Kuningan , Nyepi dan Saraswati.
Hari Raya Galungan dan Kuningan 
dirayakan pada Hari Budha Rabu Kliwon Dungulan , kemudian disusul oleh Hari Raya Kuningan sehabis sepuluh hari. Galungan secara etimologis berarti peperangan. Sedangkan Parisadha Hindu Dharma menyimpulkan , bahwa Upacara Galungan bermakna Pawedalan Jagad atau Oton Gumi. Namun tidak berarti dunia ini lahir pada hari Budha Kliwon Dungulan. Melainkan hari itulah yang ditetapkan agar umat Hindu di Bali menghaturkan rasa syukur terhadap Sang Hyang Widhi Wasa yang sudah bikin segala-galanya.
Hari Raya Nyepi 
dirayakan pada setiap Tahun Baru Saka. Nyepi jatuh pada hitungan Tilem Kesanga (bulan mati ke-sembilan) yang dipercayai merupakan hari penyucian dewa-dewa yang berada di sentra samudera , yang menenteng Amerta ( air kehidupan). Hari Saraswati yakni hari Ilmu Pengetahuan.
f. Ngaben
Ngaben yakni Upacara Pembakaran Mayat , walaupun secara etimologis kurang sempurna , lantaran ada tradisi Ngaben yang tidak lewat pembakaran mayat. Ngaben , bersama-sama berasal dari kata beya artinya ongkos atau bekal. Kata Beya ini dalam kalimat aktif (melakukan pekerjaan) menjadi meyanin. Kata meyanin , sudah menjadi bahasa baku untuk menyebutkan upacara sawa wadhana. Boleh juga disebut Ngabeyain , yang kemudian diucapkan dengan pendek , menjadi Ngaben.
Landasan Filosofis Ngaben
Menurut agama Hindu insan itu berisikan tiga lapis , yakni Raga Sarira , Suksma Sarira dan Antahkarana Sarira. Raga Sarira yakni tubuh bernafsu , Suksma Sarira yakni tubuh astral atau tubuh halus yang terdiri atas alam asumsi , perasaan , prospek dan nafsu (cinta , manah , indriya dan ahamkara) , Antahkarana Sarira yakni yang menyebabkan hidup atau Sang Hyang Atma (Roh). Upacara Ngaben atau Meyanin atau juga Atiwa-atiwa , untuk umat Hindu di Pegunungan Tengger dimengerti dengan nama Entas-entas. Kata entas mengingatkan kita pada upacara pokok Ngaben di Bali , yakni Tirta Pangentas , yang berfungsi untuk menetapkan relasi kecintaan sang Atma (Roh) dengan tubuh jasmaninya dan mengirimkan atma ke alam pitara. Dalam kata lain yang berkonotasi Bali halus , ngaben disebut Palebon yang berasal dari kata lebu yang berarti prathiwi atau tanah. Dengan demikian Palebon berarti menyebabkan prathiwi (abu). Untuk menyebabkan tanah ada dua macam cara , yakni dengan cara membakar dan cara yang lain yakni menanamkan ke dalam tanah. Membakar yakni cara paling tepat.
Ada dua jenis api yang dipakai dalam upacara Ngaben , yaitu 
  1. api Sekala (konkrit) dipakai untuk membakar jasad , 
  2. api Niskala (abstrak) yang berasal dari Weda Sang Sulinggih , membakar kekotoran yang menempel Sang Roh. 
Orang Bali yang tinggal di Trunyan kalau meninggal tidak diaben , mayatnya cuma ditaruh di pekuburan yang ditumbuhi pohon kemenyan. Oleh jadinya wilayah itu disebut Trunyan (taru=pohon , dan menyan= kemenyan)
g. Kesenian
Budaya Bali kaya dengan seni tembang dan karawitan. Tidak cuma yang sudah diwariskan oleh leluhur , tetapi karya-karya gres pun terus bermunculan dan meningkat selaras dengan pertumbuhan zaman. Baik yang klasik maupun yang kekinian , hingga lagu-lagu pop Bali.
1) Seni Tembang
Terdapat banyak sekali jenis tembang yang memiliki struktur dan fungsi yang berbeda-beda. Masyarakat Bali membedakan Seni Tembang menjadi 4 (empat) kelompok:
a) Gegendingan 
adalah sekumpulan kalimat bebas yang dinyanyikan. Isinya kebanyakan pendek dan sederhana. Ada tiga jenis gegendingan , yaitu:
  1. Gending Rare atau Sekar Rare
  2. Gending Jejanggeran , saling sahut-menyahut antar kelompok
  3. Gending Sanghyang dinyanyikan untuk menurunkan sanghyang misalnya pada prosesi budaya peninggalan jaman pra-Hindu dalam tarian sakral.
b) Sekar Agung atau Tembang Gede 
meliputi lagu-lagu berbahasa Kawi yang diikat oleh guru lagu , kebanyakan dinyanyikan dalam kaitan upacara , baik upacara etika maupun agama. Jenis tembang Bali yang tergolong dalam golongan Sekar Agung ini yakni Kakawin.
c) Sekar Madya 
meliputi jenis-jenis lagu pemujaan , biasanya dinyanyikan dalam kaitan upacara , baik upacara etika maupun agama. Kelompok tembang yang tergolong sekar madya kebanyakan memanfaatkan bahasa Jawa Tengahan , yakni seumpama bahasa yang dipergunakan di dalam lontar/cerita Panji atau Malat dan tidak terikat oleh guru lagu maupun padalingsa.
d) Sekar Alit 
yang biasa disebut tembang macapat , gaguritan atau pupuh terikat oleh aturan padalingsa yang berisikan guru wilang dan guru dingdong. Guru wilang yakni ketentuan yang mengikat jumlah baris pada setiap satu macam pupuh (lagu) serta banyaknya bilangan suku kata pada setiap barisnya.
2) Seni Karawitan , 
Disebut gamelan atau gambelan. Dalam gamelan ada alat musik tabuh , gesek , tiup , petik dan sebagainya.
3) Seni Drama dan Tari
Untitled 7
Gbr gambaran Tari Bali
Sumber: nationalgeographic.co.id
a) Arja , 
semacam drama tari yang dialognya ditembangkan.
b) Barong , 
lengkapnya Tari Barong , merupakan kebudayaan peninggalan Pra- Hindu , menggunakan boneka berwujud hewan berkaki empat atau insan purba yang memiliki kekuatan magis. Barong merupakan benda sakral yang sungguh disucikan oleh penduduk Hindu di Bali.
c) Dramatari Cak , 
jumlah penarinya antara 50 hingga 150 orang pria. Menari dan mengalunkan paduan bunyi “cak , cak , cak” , yang iramanya ditata sehingga menjadi harmonis. Busana “babuletan” (kain yang dipakai secara dicawatkan) , warnanya “kampuh poleng”.
d) Calonranang , 
adalah dramatari ritual magis , yang melakonkan kisah yang berhubungan ilmu sihir , ilmu hitam maupun ilmu putih. Dikenal dengan Pangiwa/Pangleyakan dan Panengen.
e) Janger , 
merupakan jenis tarian pergaulan muda-mudi. Dilakukan sekitar 10 pasang muda-mudi. Selama tarian berjalan , golongan penari perempuan (Janger) dan golongan penari lelaki (Kecak) , menari dan menyanyi bersahut-sahutan , lagu-lagunya bersifat gembira.
f) Legong , 
merupakan tarian klasik dengan penggunaan kipas.
g) Pendet , 
masing-masing penari menenteng sangku , kendi , cawan dan peralatan sesajen lainnya.
Dari fungsinya , seni tari sanggup dipilah dalam 3 golongan , yaitu:
  1. Tari Wali (Religius)
  2. Seni Bebali (Ceremonial)
  3. Tari Balih-balihan (Performance)
4) Busana
a) Busana Tradisional Pria 
terdiri atas: Udeng (ikat kepala) , Kampuh , Umpal (selendang pengikat) , Wastra (Kemben) , Sabuk , Keris , beragam pernak-pernik perhiasan.
b) Busana Tradisional Wanita , 
terdiri atas: Gelung (sanggul) , Sesenteng (kemben songket) , Wastra , Sabuk Prada (stagen) , tapih atau sinjang , sering pula dikenakan kebaya , kain epilog dada dan bantalan kaki selaku pelengkap.
5) Makanan
  • Ayam Betutu
  • Ayam Pelalah atau Pelalah Manuk
  • Bandeng Bumbu Bali
  • Bawal Bumbu Bali
  • Bebek Goreng Bali
  • Bubur Mengguh Khas Bali
  • Daging Bumbu Bali
  • Lawar Ayam
  • Lawar Klungah
  • Nasi Kuning Bali
  • Sambal Goreng Bali
  • Sate Lilit Bali
  • ayur Pare Isi Tuna
Catatan
  • Umat Hindu Bali memiliki tujuan hidup yang disebut Catur Purusa Artha , yaitu: 1 Dharma , 2 Artha , 3 Kama dan 4 Moksa.
  • Untuk merealisasikan tujuan hidup itu lewat Catur Asrama:
  • Brahmacari Asrama , yakni tujuan hidup untuk mendapat Dharma
  • Grhasta Asrama , mengutamakan merealisasikan Artha dan Kama
  • Wanaprasta Asrama , meninggalkan duniawi
  • Sanyasa Asrama , mengutamakan untuk meraih Moksa
  • Sistem Budayanya merupakan satu kesatuan dengan Kebudayaan Hindu Bali yang tidak sama persis dengan Hindu India. Religiusitas Hindu Bali yakni senapas dengan budaya Bali.
  • Sistem Sosial Bali yakni tidak lepas pula dari religiusitas
  • Sistem wawasan , metode teknologi maupun metode ekonomi seluruhnya untuk meraih Dharma.
  • Religi Hindu Bali yakni mendasar norma bagi sistem-sistem tersebut di atas.
Sumber : 
Buku BAHAN AJAR BUDAYA NUSANTARA Oleh: WORO ARYANDINI DAN TIM
Untitled 3DAYAK

Seorang pakar sosial budaya yang aktif pada berbagai kegiatan sosial kemasyarakatan. Telah menempuh pendidikan di salah satu universitas swasta terbaik di Indonesia yang mengambil jurusan sosial budaya.

Pos terkait