Sejarah Dan Budaya: “Aluk Sanda Pitunna” (Aluk/Aturan 777)

Gambar Gravatar
roby08darisandi pabarreallo2copy1
roby08darisandi pabarreallo2%2Bcopy1
Pic : Ukiran Pa` Bare` Allo

Aluk Sanda Pitunna  (Aluk 7777) merupakan Dasar Susunan Ajaran Kepercayaan/Aturan Tata Duniawi Daerah Negeri Tondok Lepongan Bulan Tana Matarik Allo , yang diperkirakan mulai menyebarannya dari Banua Puan oleh Puang Tangdilino` sekitar Abad ke 10 ,  yang di dalam nya  berlandaskan Tujuh Prinsip , yang teridiri dari Tiga prinsip Aluk (Aluk Tallu Oto’na) dan Empat prinsip Adat (Ada’ A’pa’ Oto’na)

  • Ajaran Sukaran Aluk “Tallu-Oto’na” (Dasar Aturan Aluk/Kepercayaan insan dengan Sang Pencipta dengan Tiga Falsafah Kepercayaan di dalamnya) yang termasuk :
    • Percaya dan menyembah/menghormati Puang Matua , Sang Pencipta
    • Percaya dan menyembah/menghormati Deata (Dewa-Dewi) yang menerima kuasa dari Puang Matua untuk memelihara dan memantau isi bumi ,
    • Percaya dan menyembah/menghormati para leluhur /To membali Puang (To Dolo / To Matua /Nenek Moyang) Puang Matua juga menyediakan kuasa terhadap to membali puang untuk memperhatikan sikap insan dan keturunannya.
      • Ketiga pribadi/kelompok eksklusif ini mesti diandalkan dan disembah/dihormati tidak secara sama melainkan secara sub-ordinatif. Oleh alasannya merupakan itu simbol tempatnya masing-masing dalam kosmos dibedakan: 
      • Puang Matua diasosiasikan dengan Utara , deata dengan Timur , dan to dolo dengan Barat , sedangkan Selatan menunjuk terhadap kematian. Para deata dibagi dalam tiga golongan , yaitu: 
        • dewa/i dunia atas (deata tangngana langi’) , 
        • dewa/i dunia tengah atau bumi (deata kapadanganna) , dan 
        • dewa/i dunia bawah (deata tangngana padang).
  • Ajaran Sukaran Ada’ “A’pa’ Oto’na” (Dasar Aturan Adat kehidupan Manusia dengan sesamanya dengan Empat Falsafah di dalamnya) yang termasuk :
    • Aluk  ma’ lolo tau (aturan wacana manusia) , yang terdiri dari:
      • aturan kelahiran (dadinna Ma`lolo tau) , 
      • kehidupan (Tuonna Ma` lolo Tau) , 
      • penyembahan (menombana ma’lolo tau) dan
      • kematian (matena Ma` Lolo Tau)
    • Aluk patuan (aturan wacana binatang menyerupai ayam ,babi , kerbau dan lain-lain) ,
    • Aluk tananan (aturan wacana ladang , sawah , dan tanaman) , dan
    • Aluk banua (aturan wacana mendirikan rumah). 
Pada tataran pelaksanaan aluk (bidang ritual) , lagi-lagi ada prinsip empat , selaku berikut: 
  • Aluk Simuane Tallang Silau Eran , prinsip pembagian dua ritual , yakni Aluk Rambu Tuka’ atau Aluk Rampe Matallo (ritual yang berhubungan dengan kehidupan) dan Aluk Rambu Solo’ atau Aluk Rampe Matampu’ (yang berhubungan dengan kematian)
  • Lesoan Aluk atau Patiran Aluk , menyangkut tingkatan dan hukum pelaksanaan aluk menurut ketiga wilayah yang berlawanan , yakni wilayah Timur , Tengah , dan Barat
  • Pemali Sukaran Aluk , kewajiban-kewajiban moral dan larangan-larangannya , yang dikelompokkan menjadi Pemalinna Aluk Ma’lolo Tau (menyangkut manusia) , Pemalinna Aluk Patuoan (menyangkut binatang ternak) , Pemalinna Aluk Tananan (menyangkut tanaman) , dan Pemalinna Aluk Bangunan Banua (menyangkut rumah/Tongkonan)
  • Pantiti’ dan Pesung , berkenaan dengan aturan-aturan terang persembahan , menyerupai serpihan mana dari binatang korban yang mesti diiris untuk persembahan , bagaimana menaruh persembahan itu , dan seterusnya.
Aluk Sanda Pitunna kadangkala juga disebut “Aluk Patang Pitu” atau Aluk “Pitung Sa’bu Pitu Ratu Pitung Pulo Pitu” (Aluk 7.777) atau bahkan “Aluk Pitung Pitu” (Aluk 7.777.777). Kesemua nama itu mengungkapkan ide dasar yang serupa , yakni kelengkapan aluk tersebut. Gagasan kelengkapan ini terletak dalam fakta bahwa sementara ke-3 prinsip pertama (Aluk Tallu Oto’na) sudah menampung semua pribadi/kelompok eksklusif yang mesti diandalkan dan disembah/dihormati , masing-masing dari ke-4 prinsip tabiat (Ada’ A’pa Oto’na) , yang dianggap sudah termasuk semua faktor keberadaan insan dan dunianya , mempunyai jumlah perintah dan larangan (pemali) tak terhitung banyaknya yang mesti dipelihara dan dipatuhi.
Para penganut Aluk Todolo juga percaya adanya kehidupan sehabis kematian. Mereka percaya bahwa puya merupakan wilayah sementara bagi arwah orang-orang yang sudah meninggal. Selanjutya , arwa sanggup keluar dari puya menuju asal nenek moyang insan , yakni langit. Penganut Aluk Todolo meyakini bahwa langit merupakan wilayah kediaman Puang Matua dan Deata .
Demikianlah kita menyaksikan bagaimana aliran Aluk Sanda Pitunna memadukan aluk (agama) dan ada’ (tata duniawi) sedemikian rupa , sehingga kultus atau ritual memainkan tugas sentral dan menyeleksi dalam kehidupan. Ajaran ini diakui dan diterima secara luas pada masa Tangdilino dan pada abad-abad berikutnya , dan dengan demikian membentuk jati diri dasar religio-kultural Toraja.
Untitled 3DAYAK

Seorang pakar sosial budaya yang aktif pada berbagai kegiatan sosial kemasyarakatan. Telah menempuh pendidikan di salah satu universitas swasta terbaik di Indonesia yang mengambil jurusan sosial budaya.

Pos terkait