
Pada Oktober 1962, dunia di ambang kehancuran, sebab memanasnya hubungan AS dan Rusia memiliki potensi besar menyebabkan Perang Dunia 3. Namun, laki-laki ini berhasil menghentikannya.
Sebuah dokumenter yang dipublikasikan pada Selasa (25/9/2012) ini menyatakan, tindakan seorang laki-laki menyelamatkan bumi dari perang nuklir. Ia yaitu Vasili Arkhipov, awak kapal selam Rusia, yang meski jadi satria namun meninggal dunia dipermalukan dan diasingkan.
Kisahnya dimulai pada 1960-an, di tengah kekalutan Perang Dingin, dikala hubungan Washington dan Moskow sungguh-sungguh rusak. Di Amerika, rakyat mulai mengumpulkan ransum dan membangun bunker antibom di kebun mereka.
Ketegangan meningkat alasannya terjadi revolusi di Kuba. Rusia pun memiliki sekutu komunis yang mampu membantu menggempur Amerika. Rudal-rudal ki Kuba telah diarahkan ke Amerika, meratakan Washington dan New York dalam waktu 10 menit.
Satu-satunya hal yang menghentikan mereka dari saling serang ketika itu ialah kebijakan yang menyatakan serangan boleh dikerjakan kalau satu pihak terbukti menghancurkan teritori pihak lainnya.
Satu torpedo saja diluncurkan, maka lainnya akan membalas dengan hal yang sama. Tentunya, hal ini akan menyebabkan serangan-serangan yang amat menghancurkan. Apalagi melibatkan nuklir, umat insan bisa saja punah dikala itu.
“Semua pihak mengantungi nuklir. Satu saja serangan, perang nuklir terjadi,” ujar Direktur Arsip Keamanan Nasional AS, Thomas Blanton.
Di tengah atmosfer saling curiga dan takut ini, empat kapal selam Rusia membisu-membisu diberangkatkan dari Rusia. Hanya pejabat penting di kapal selam saja yang tahu mereka membawa torpedo berhulu ledak nuklir.
Kekuatannya besar, setara bom atom Amerika yang dijatuhkan ke Kota Hiroshima dan Nagasaki pada 1945 kemudian. Kapal selam ini berangkat menuju Kuba. Mereka dikawal helikopter, jet tempur dan kapal perang.
Amerika pun memburu mereka, kolam permainan tikus dan kucing. Tak usang, Amerika memperoleh kapal-kapal selam itu. Kapal selam yang ditumpangi Arkhipov, B59, ikut terpaksa menyelam, bersembunyi dari pantauan Amerika.
Saat itulah kondisi memburuk karena mereka harus bertahan di bawah air selama seminggu, dalam suhu dan kelembaban tinggi, serta air minum yang dibatasi satu gelas per hari. Di atas permukaan, Amerika memang sengaja menanti kapal-kapal selam ini menyerah.
Tak ada yang tahu, kapal selam itu menjinjing senjata kematian. Amerika terus menunggu awak kapal selam yang kepanasan dan kehausan, mengalah. Tak tabah, Amerika menjatuhkan granat peringatan ke bahari, yang oleh Rusia disangka serangan.
Valentin Savitsky, kapten B59, yakin perang nuklir sudah dimulai. Ia memerintahkan peluncuran torpedo nuklir untuk menyelamatkan kehormatan Rusia. Dalam keadaan wajar , sudah niscaya perintah ini segera dilaksanakan dan kedua negara bakal berperang.
Namun, Savitsky tak memperhitungkan Arkhipov, yang mempunyai hak veto penggunaan torpedo nuklir. Arkhipov bersikeras mereka tak boleh menembakkan senjata itu dan harus menyerah kepada Amerika.
Langkah memalukan bagi Rusia, namun menyelamatkan seluruh dunia. Begitu muncul di permukaan, kapal-kapal selam itu cuma disuruh pulang ke Rusia. Arkhipov yang tak sadar dirinya pendekar dunia, dipermalukan di negaranya.
Bertahun-tahun kemudian gres apa yang bekerjsama terjadi di dalam B59 dimengerti publik. Sayang, dikala itu Arkhipov sudah meninggal dunia. Bagi Olga, jandanya, Arkhipov yakni seorang satria.
“Dari kapal selamnya, dia menangkal pecahnya perang nuklir. Saat itu saya bangga, dan aku akan selalu bangga dengan suami aku,” ungkapnya. Kisah Arkhipov akan ditayangkan dalam dokumenter bertajuk The Man Who Stopped World War III: Revealed.

Salah seorang pakar dan konsultan pendidikan yang kini mengabdikan hidup menjadi guru di pedalaman nun jauh di pelosok Indonesia.