
Coriolanus
—————-
Siapa yang tak kenal dengan Shakespeare, seorang sastrawan paling besar dari Inggris yang hidup antara tahun 1564 hingga tahun 1616. Sampai sekarangpun namanya dan juga karya-karyanya tetap harum dikenang sepanjang kurun. Karya-karya yang dihasilkannya antara lain Romeo and Juliet, Julius Caesar, Hamlet dan lain-lain tergolong juga Coriolanus yang ialah suatu kisah tragedi.
Film ini diambil dari kisah Coriolanus namun diadaptasikan dalam jaman terbaru dengan latar belakang perang antara Roma dan Volscian. Tentara Roma dipimpin oleh seorang jendral bernama Caius Martius (Ralph Fiennes) yang keras, absolut dan tak segan-segan melaksanakan kekerasan terhadap para demonstran penduduk sipil. Sedangkan tentara Volscian dipimpin oleh seorang jendral dengan panggilan Tullus Aufidius (Gerard Butler) yang toleran, ramah dan digemari oleh orangnya. Mereka berdua yakni lawan turun-temurun yang sudah sering berjumpa dan bertarung dengan kebencian yang tertanam di dalam hati.
Pada peperangan terakhirnya, Caius Martius memenangkan atau penulis mampu bilang seri pertarungannya sehingga diberi gelar kehormatan dengan sebutan “Coriolanus” oleh para dewan senat. Sedangkan Tullus Aufidius menjauh ke kota Antium. Keduanya mengalami luka-luka.
Sepak terjang Caius selama ini merupakan hasil dari didikan ibunya yang berjulukan Volumnia (Vanessa Redgrave) yang sangat ambisius kepada karir anaknya. Setelah sukses dalam bidang militer maka Caius menjajal karir dalam bidang politik dan direkomendasikan menjadi konsulat oleh para dewan senat tetapi memiliki kelemahan ialah tidak disenangi oleh penduduk alasannya adalah sifat dan sikapnya yang tidak pro rakyat. Mengingat ketika itu keadaan kota Roma sedang dalam kesulitan pangan dan kemiskinan dan pada saat Caius menjadi jendral maka kekuatan tangan besi yang diterapkan untuk menghadapi rakyat. Strategi dalam menghadapi perang pasti berbeda dengan taktik menghadapi rakyat. Untuk itu Caius dengan santunan senator Menenius ingin mengganti imagenya menjadi lebih pro rakyat dan akhirnya cukup lumayan. Tapi senator Brutus (Paul Jesson) dan Sicinius (James Nesbitt) menghasut rakyat agar tidak memilih Caius menjadi konsulat.
Dalam acara dengar pendapat di televisi, Caius yang terpancing emosinya terbawa dalam suasana yang tidak menguntungkan, kata-kata yang terucap dan meledak-ledak justru kontra produktif yang menjadikan ia diusir dari kota Roma. Kebencian, kesedihan dan impian untuk balas dendam menggayuti pikirannya. Untuk itu beliau bersedia bergabung dengan musuh besarnya Tullus Aufidius yang berada di Antium. Dengan visi dan misi yang sama ingin menggempur kota Roma maka Caius yang dipenuhi oleh dendam yang membara memimpin pasukan melakukan penyerangan terhadap tanah kelahirannya. Tak ada yang mampu membatasi atau membujuknya untuk tidak menyerang kota Roma termasuk senator Menenius. Namun bujukan sang Ibu balasannya mampu meluluhkan dan melelehkan dendam itu. Tidak mungkin berharap Caius kembali membela kota Roma. Sang ibu menawarkan tawaran semoga win-win solution adalah perjanjian tenang, Caius dapat mewakili Volscian untuk menandatangani kontraktsb sehingga bukan cap kriminal yang didapat melainkan cap hero yang disandang.
Caius oke menandatangani perjanjian damai tsb tetapi Tullus Aufidius merasa dikhianati oleh keputusan tsb. Pada akhirnya Caius tewas dikeroyok oleh anak buah Tullus sepulang dari penandatanganan tsb. Sebuah kisah drama yang tragis yang membuat orang berpikir bahwa tipis sekali sebutan antara hero dan criminal.
Akting yang memukau dari Ralph Fiennes yang bertindak juga selaku sutradara. Sikap keras, kejam, dan tangan acuh taacuh dapat diekspresikan dengan baik. Sikap dendam, benci dan ambisi dapat pula dimunculkan dengan baik. Akting Gerard Butler juga tidak mengecewakan meskipun kemunculannya hanya sedikit sebagai pemain film pembantu saja. Yang menarik yakni akting dari Vanessa Redgrave yang layak diacungi jempol baik dalam mengekspresikan kemarahannya dengan tatap mata yang mendelik dan raut muka yang emosional atau pada saat murung dengan kata-kata yang terjalin naik dan turun.
Kelemahan dalam film ini adalah penggunaan kalimat-kalimat sastra yang mendominasi obrolan-dialognya sehingga membutuhkan waktu beberapa detik untuk menafsirkannya. Memang ada yang gampang dalam mengartikannya tetapi tak jarang ada juga yang cukup sukar untuk mengartikannya. Ya, benar ini memang aslinya yaitu karya sastra sehingga sutradara kemungkinan tidak ingin menetralisir obrolan-obrolan sastranya. Bagi pecinta sastra, sungguh anjuran untuk menonton film ini.