Angkara Marah (3D)

Gambar Gravatar
film angkara murka
film+angkara+murka
Angkara Murka (3D)
—————————-
Film ini merupakan film Indonesia dengan tata visual 3D (3 Dimensi) yang pertama kalinya dalam sejarah perfilman nasional. Dibintangi oleh pemain gabungan yakni lokal dan asing dengan menggunakan bahasa Inggris dalam dialognya walaupun sesekali ada celetukan-celetukan dalam bahasa Indonesia. Michael Pare berperan selaku Jack, Janna Fassaert berperan sebagai Skylar, Monica sayangbati berperan selaku Tamal. Disutradarai oleh Brian Yuzna yang lahir di Philipina dan sekarang tinggal di Amerika. Film ini diedarkan secara International dengan judul Amphibious 3D.
Film bercerita perihal perempuan berjulukan Skylar yang menyewa kapal milik Jack yang memiliki pekerjaan sampingan selaku seorang penyelundup. Jack bekerjasama dengan orang yang tinggal di jermal dan sekaligus mempekerjakan bawah umur dibawah umur. Jermal yakni daerah penangkapan dan pembuatan ikan di tengah lautan yang jauh dari daratan. Tamal dan Aris merupakan dua bersaudara yang sengaja dijual oleh sang kakek pada boss jermal. Konflik pun terjadi didalam jermal.
Ide kisah yang dibentuk serba tanggung apakah mengangkat tema science atau tema gaib, seluruhnya tidak mencapai puncak. Tema science ditampilkan dengan dialog adanya tsunami, makhluk purba dan jabatan profesor. Sedangkan tema mistik digambarkan dengan adanya kalung, dukun dan mantera-mantera. Namun mau dibawa kemana arahnya alasannya keduanya tidak terang.
Akting Skylar kurang maksimal dan tidak ditampilkan adanya observasi atau laboratorium atau sesuatu yang memperlihatkan keahliannya sebagai profesor. Semua adegan lebih cenderung skylar selaku seorang pelancong yang sedang jalan-jalan. Akting Jack biasa saja dan tidak memberikan hal yang manis. Akting Tamal juga biasa dan condong kaku.
Entahlah mengapa judul internationalnya menjadi Amphibious padahal bila diterjemahkan menjadi bersifat ampibi ialah bisa didarat dan mampu dilaut. Padahal sang monster pergi ke darat cuma ke jermal saja bukan ke pantai atau tempat darat lainnya. Sebaiknya menggunakan judul giant scorpion yang berarti kalajengking raksasa alasannya memang bentuk monsternya ialah kalajengking.
Kekurangan dalam film ini ialah gambar agak buram dalam arti tidak terperinci dan tidak konsentrasi. Seperti kita menyaksikan koleksi foto tahun 70’ an dikala ini maka akan terlihat kusam dan kekuning-kuningan. Unsur 3 dimensi juga seolah-olah digarap dengan teknologi usang bukan teknologi gres. Tidak ada teknik atau adegan yang menggoda mata dengan ke 3 dimensiannya. Makara kalaupun menonton film ini tidak dengan 3D maka tidak ada pengaruhnya sebab tidak mempunyai keunggulan-keunggulan khusus.
Saat adegan ajal Aris di depan Tamal maka terlihat Aris masih bernafas dengan tanda perutnya naik dan turun. Seharusnya kan tahan napas dahulu beberapa saat. Kekurangan yang lain yakni ketika adegan kapak dilempar ke dalam ruangan namun pada adegan selanjutnya kapak telah berada diluar. Api yang mengkremasi lantai kayu secara melingkar pada sekeliling monster ternyata di final film lantai tersebut tidak terbakar. Moster yang semula digambarkan dengan ganas menyerang orang-orang di jermal ternyata pada sesi terakhir monster diam saja tidak melawan seolah-olah patung saja. Dan dengan gampangnya sang monster mati. Padahal capit dan ekor ialah senjata yang mematikan. Pada dikala kapal terlepas ikatannya di jermal dan menjauh ke bahari, bagaimana skylar mampu kembali ke daratan tanpa kapal tsb.
Masih banyak kekurangan dalam film ini tetapi setidaknya bagian 3D ialah hal baru di perfilman nasional.

Pos terkait